Film For Sama: Melihat Kehidupan dalam Perang
Film For Sama ini menceritakan mengenai kehidupan sepasang suami-istri yang hidup ditengah peperangan. Dalam film ini diceritakan bagaimana seorang istri, sebagai jurnalis mengabadikan kehidupan selama peperangan. Sedangkan suaminya adalah seorang dokter yang harus merawat dan menangani masyarakat dalam peperangan.
Film ini merupakan kisah nyata, yang diambil di Aleppo, Suriah. Film dokumenter yang diambil sendiri tokoh utama, Waad Al Khateab, dan mengabadikan kehidupan suaminya sebagai dokter, Hamza Al Khateab. Keduanya dipertemukan dalam situasi perangan dan menikah. Kemudian mereka melahirkan anak, yang diberi nama Sama. Sama menjadi anak yang dibesarkan dalam kekacauan negara yang mengerikan.
Sebagian besar film mengambil setting rumah sakit, di mana Hamza Al Khateab sebagai salah satu pendiri rumah sakit tersebut. Karena situsai yang diambil di rumah sakit, maka film ini memperlihatkan ceceran darah di mana-mana. Kita bisa menyaksikan bagaimana mengerikannya situasi kehidupan masyarakat yang berubah dan nyawa hilang dengan begitu saja.
Bagi Hamza dan Wardah, rumah sakit menjadi “rumah sendiri”. Kehidupan sehari-hari mereka habiskan di sana. Mereka harus siap menerima para korban peperangan kapan saja. Film ini tidak hanya bercerita tentang momen bagaimana kehidupan mereka berdua, tetapi memperlihatkan momen kehangatan dengan para tenaga medis lainnya.
Karena rumah sakit juga sebagai tempat tinggal para medis, maka di dalamnya dibuatlah perlindungan dari serangan peluru dan bom. Seluruh dindingnya dilapisi dengan karung dan disediakan banker untuk berlindung saat peperangan sedang berlangsung.
Bagaimana menyedihkanya kehidupan dalam peperangan sangat terlihat. Saat para korban berlumuran darah, anak kecil yang meninggal bahkan ada sepasang saudara yang mengantar adiknya sendiri yang sudah tidak bernyawa karena bom. Terlebih peperangan yang terjadi saat malam, tidak hanya menyulitkan pencarian korban, tetapi listrik padam yang menyulitkan para tenaga medis untuk memberi pertolongan.
Film ini memperlihatkan peperangan tidak hanya mengubur dan meruntuhkan bangunan yang ada. Tetapi juga mengubur dan meruntuhkan masa depan masyarakat yang ada. Anak-anak banyak yang tidak makan dan tidak mendapatkan asupan gizi yang baik. Bahkan mereka banyak yang ditinggal mati keluarganya sehingga menjadi anak yatim dan piatu.
Tragisnya, rumah sakit yang harusnya menjadi salah satu area bebas dari zona perang, kemudian di bom. Banyak tenaga medis meninggal karena serangan bom yang meruntuhkan gedung rumah sakit. Hingga akhirnya memaksa orang-orang Suriah mengungsi ke tempat yang lebih aman.
Melihat situsai yang semakin buruk, Hamza dan Wardah akhirnya ikut mengungsi. Meski dengan berat hati mereka harus meninggalkan kenangan-kenangan di kampung. Dalam perjalanan untuk mengungsi, mereka harus menghindari zona-zona perang dan harus hati-hati dengan ranjau bom. Dalam perjalannya mengungsi mereka juga harus menempuh puluhan kilo meter dengan jalan kaki. Tidak hanya padang pasir tetapi juga salju mereka harus tempuh. Akhirnya mereka bisa melalui itu dan sekarang mereka tiba di Jerman.
Melihat film ini memberikan pelajaran kepada masyarakat dunia, terutama Indonesia untuk menjaga kehidupan damai. Damai agar tidak terjadi perang saudara seperti yang terjadi di Suriah. Peperangan tidak hanya membawa kerugian secara materi, tetapi juga memberikan dampak kehidupan dalam masyarakat.
Apa yang ada di Indonesia harus kita jaga dan rawat, bahwa negeri ini adalah negeri cinta damai, negeri yang penuh persahabat. Lantas menjadi pertanyaan, bagaimana kita menjaga Indonesia?
Tinggalkan Balasan