Jejak Petualangan Musik dalam Islam
Contents
Jejak Petualangan Musik dalam Islam Berhibur tiada salahnya Kerna hiburan itu indah Hanya pabila salah memilihnya Membuat kita jadi bersalah
Ada yang ingat dengan lirik lagu ini? Iya, ini merupakan potongan lirik dari lagu yang berjudul “Mari Berhibur” yang dilantunkan oleh grup nasyid Raihan dari Malaysia. Lagu ini rilis pada tahun 2001 dan saat ini masih eksis dalam salah satu platform musik, yaitu spotify. Lagu ini menjadi pengantar tulisan ini dalam membahas musik. Mulai dari sejarah masuknya musik dalam agama Islam, masa kejayaan Islam dalam bermusik, hingga peranan musik dalam kehidupan manusia.
Sejarah Musik dalam Islam
Seni budaya dalam Islam tidak lepas dari budaya Bangsa Arab sebelum Islam, begitu juga
dengan musik. Hal ini karena Nabi Muhammad dalam membawa misi ajaran Islam yang tidak meninggalkan budaya Arab sepenuhnya. Beliau mengkreasikannya agar tidak bertentangan dengan nilai ajaran Islam. Perkembangan musik islami berasal dari sastra Arab, seperti qasida, madh, dan mu’allaqat. Maka wajar jika secara musikologis terdapat keterkaitan antara musik islami dengan karakteristik seni pra Islam.
Masyarakat Arab sebelum Islam menggunakan musik untuk ritual penyembahan berhala, pelengkap pertemuan umum, dan acara perayaan lainnya. Di Hijaz, orang menggunakan musik mensurat yang mereka namakan dengan IQA (irama yang berasal dari semacam gendang, berbentuk rithm). Mereka menggunakan berbagai instrumen (alat musik), antara lain seruling, rebana, gambus, tambur, dan lain-lain.
Pada masa Rasulullah, musik tetap boleh berdendang dengan tujuan yang baik. Misalnya, lagu penyemangat perang, lantunan ziarah haji, perayaan pernikahan dan hari-hari besar. Nabi dan para sahabat pernah memainkan lagu dan berdendang saat menggali parit dalam perang Khandaq dan mendirikan masjid Nabawi di Madinah.
Alunan musik Thala’al Badru yang indah dari kaum Anshar turut menyambut kedatangan Nabi beserta rombongan yang melakukan hijrah dari Makkah ke Madinah. Tidak heran jika nyanyian mengiringi penyambutan tersebut, karena Madinah pernah menjadi pusat musik (nyanyian) sejak sebelum Islam.
Pada masa pemerintahan dinasti Bani Abbasiyah, musik islami mengalami kejayaan. Di antara buktinya yaitu dengan adanya penyusunan kitab dan pengembangan pendidikan. Sa‘id ‘Abd-ul-Mu’mīn (w. 1294 M.) mendirikan sekolah musik terbaik pada masa tersebut.
Salah satu sebab mengapa dalam Daulah ‘Abbāsiyyah mendirikan banyak sekolah musik yaitu karena keahlian menyanyi dan bermusik menjadi salah satu syarat bagi pelayan (budak), pengasuh, dayang-dayang di istana dan di rumah pejabat negara untuk mendapatkan pekerjaan. Oleh karena itu, telah menjadi suatu keharusan bagi para pemuda dan pemudi untuk mempelajari musik.
Pada awal era kejayaan Islam, telah lahir tokoh-tokoh besar di bidang seni musik. Ada musisi ternama dan sangat disegani, yaitu Ishaq Al-Mausili (767 M-850 M) serta pengkaji musik yang dihormati, seperti Yunus bin Sulaiman Al-Khatib (w 785 M). Munculnya seniman dan pengkaji musik di dunia Islam menunjukkan bahwa umat muslim tidak hanya melihat musik sebagai hiburan, namun juga bagian dari ilmu pengetahuan.
Ilmuwan muslim juga telah menemukan musik sebagai media pengobatan atau terapi, yaitu Abu Yusuf Yaqub ibnu Ishaq alKindi (801-873 M) dan al-Farabi (872-950 M). Kajian tentang musik sebagai sistem pengobatan berkembang semakin pesat pada masa Dinasti Turki Usmani yang membuktikan secara ilmiah efek musik pada pikiran dan badan manusia.
Bahkan, para ilmuwan di era Turki Usmani sudah mampu menetapkan jenis musik tertentu untuk penyakit tertentu. Misalnya, jenis musik Huseyni dapat mengobati demam. Hal ini menggambarkan bahwa pengaruh Islam dalam perkembangan musik dunia cukup besar.
Apakah sesuatu yang indah akan selalu diterima?
Bagaikan dua sisi mata uang, seni musik yang indah dalam sejarah tradisi Islam memiliki pandangan penilaian yang positif dan negatif. Ada yang berpendapat bahwa seni, khususnya mendengarkan nyanyian atau musik merupakan kegiatan yang haram dan masyarakat wajib menghindarinya. Hal itu karena sebagian berpendapat bahwa nyanyian atau seni musik berpotensi menimbulkan penyakit hati, sehingga dapat menjauhkan manusia dari mengingat Allah.
Sebaliknya, Sayyed Hossein Nasr berpendapat bahwa seni merupakan pencapaian yang diperoleh melalui hubungan antara “pengetahuan dan kesucian”. Sejalan dengan hal itu, menurut Hazrat Inayat Khan, musik merupakan hal yang dapat membantu manusia untuk mendapatkan pencapaian spiritual tertinggi karena musik merupakan gambaran dari kehidupan manusia dengan segala aspeknya yang harmonis.
Melalui pandangan tersebut dapat kita simpulkan bahwa seni ataupun seni musik merupakan salah satu sarana refleksi manusia dalam ber-Tuhan dan mencapai kebahagiaan.
Pembahasan tentang seni ternyata juga termaktub dalam Kalam Ilahi. Pertama, Islam adalah agama yang sesuai dengan fitrah manusia (QS. 30:30). Bagi manusia, kesenian merupakan salah satu hal yang terkandung di dalam fitrahnya. Karena kemampuan manusia untuk menciptakan seni merupakan hal yang membedakan manusia dengan makhluk Tuhan yang lainnya.
Kedua, Allah itu memiliki sifat-sifat yang baik (QS. 7:180). Contoh sifat-sifat Allah yang baik adalah Jamal (Maha Indah), Jalal (Maha Agung), dan Kamal (Maha Sempurna). Sebagai perwakilan (khalifah) Tuhan di dunia, manusia bertugas untuk merealisasikan sifat-sifat Tuhan, sesuai dengan batas kemampuannya. Dalam hal ini, manusia bersinggungan dengan kesenian.
Berdasarkan pada kedua prinsip di atas, kesenian pada hakikatnya mubah dan jaiz. Seni merupakan suatu hal yang bersifat netral. Karena sifat netral tersebut, maka seni dapat menjadi sarana dalam upaya mencapai kebaikan (amal salih), serta dapat juga mengarah pada kerusakan. Jika menilainya melalui kerangka etika, maka Islam dapat menilai kesenian sebagai ibadah.
Tidak ada kecaman terhadap seni musik di dalam Al-Quran. Meskipun demikian, terdapat anggapan yang berkembang pada pemikiran Islam ortodoks yang menolak adanya musik. Satu-satunya bentuk penerapan irama dalam kehidupan sehari-hari yang dapat mereka terima adalah adzan.
Di sisi lain, pandangan sufisme mengatakan bahwa musik berguna dalam kehidupan. Kesalahpahaman terhadap musik dalam pandangan Islam disebabkan oleh banyaknya hadis-hadis yang memberikan peringatan kepada musik dan instrumen-instrumennya.
Kekeliruan tersebut dapat diselesaikan jika umat Islam menyadari dan mengakui adanya beragam praktik seni musik yang ada di dalam perkembangan Islam. Sebagai ulama’ kontemporer, Yusuf al-Qaradhawi berpendapat bahwa Islam tidak ada permasalahan tentang halal dan haram musik, tetapi terdapat sejumlah persyaratan, seperti halnya tidak mengarah pada kemaksiatan. Penjelasan ini menerangkan bahwa peranan musik dalam Islam cukup luas dan populer.
Romantisme musik dengan kehidupan manusia
Seni merupakan salah satu ruang di mana manusia dapat mendekati dan menemukan
kebenaran. Dalam ajaran sufi, musik yaitu suatu ekspresi dari keharmonisan yang tersebar luas dan sempurna yang berasal dari alam semesta. Melalui musik, seseorang tidak hanya semata-mata mendapatkan kepuasan lahiriah, tetapi juga bisa mendapatkan kepuasan batiniah. Oleh karena itu, terdapat tarekat (aliran) sufisme yang menggunakan musik sebagai sarana ekstase spiritualnya, yaitu Malawiyyah dan Chistiyyah. Ekstase spiritual merupakan perasaan seseorang melalui pendekatan dengan Tuhan sehingga menghadirkan kenikmatan spiritual yang luar biasa.
Hazrat Inayat Khan, seorang filsuf sekaligus guru sufi, berpendapat bahwa seni musik adalah seni surgawi, karena musik dapat dijadikan sebagai sarana bagi manusia untuk melihat eksistensi Tuhan (keindahan), dengan bebas melalui segala bentuk dan pemikiran, atau dengan kata lain memandang ‘keindahan’ sebagai gambaran Tuhan.
Musik adalah gambaran dari Sang Kekasih, karena di dalamnya terdapat nada-nada yang bermanfaat untuk jiwa manusia, seperti memberikan perasaan tenang dan lebih merasakan kedalaman spiritual.
Musik dalam pandangan Inayat Khan juga bermanfaat sebagai sarana menyatukan manusia dari berbagai ras, bangsa dan suku yang terkadang saling bertentangan, karena musik adalah hal yang dapat diterima oleh setiap manusia. Bunyi atau suara yang terdapat di dalam musik ,menurut Inayat Khan yaitu sebagai bentuk ekspresi dari kehidupan yang berasal dari ruh, hati dan pikiran manusia, sebagaimana tangisan bayi sebagai tanda kelahirannya.
Seni musik dalam pandangan Inayat Khan memiliki peranan praktis di bidang pendidikan.
Inayat Khan berpendapat bahwa melalui seni musik, kita dapat memberikan pendidikan kepada anak untuk berbicara dan bertindak sesuai dengan kondisi dan waktu di sekitarnya. Ini terbukti lebih efektif karena bentuknya lebih mudah dalam interpretasinya. Selain itu, seni musik juga memiliki peranan praktis di bidang kesehatan fisik dan jiwa manusia.
Inayat Khan menambahkan bahwa musik dapat bermanfaat untuk sarana penyembuhan bagi setiap penyakit, karena musik merupakan suatu harmoni yang ada di dalam diri manusia, serta dapat merepresentasikan keadaan setiap manusia. Musik sebagai suatu harmoni jiwa dapat memberikan ketenangan batin melalui keindahannya pada setiap individu, dan dengan kondisi jiwa yang tenang manusia akan mendapatkan kondisi fisik yang sehat.
Wah, pembahasan tentang seni, musik dan Islam ternyata menarik juga ya! Mari mewarnai hidup dengan alunan irama yang indah untuk mendekatkan diri kepada Yang Maha Indah.
BACA JUGA: Dari Kampung Mataraman untuk Merawat Keragaman
Editor: Bennartho Denys
Comment (1)
[…] Keindahan dan keunikannya menjadikan Sal Priadi sebagai salah satu musisi menonjol di dunia musik […]