Perayaan Hari Ibu, Selebrasi atau Tradisi?
Contents
22 Desember, Perayaan Hari Ibu
Telah sampai kita pada 22 Desember yang konon adalah perayaan hari ibu. Lantas mari kita jawab pertanyaan ini, coba kau ingat kapan terakhir memeluk ibu? Kapan terakhir ngobrol dengan ibu? Atau sudahkah hari ini mendoakan ibu? Kalau memeluk atau bercakap langsung terasa susah, semoga tidak lupa untuk selalu memanjakan doa.
Mendoakan orang tua tidak harus menunggu kaya, tidak pula harus menunggu pas moment ulang tahun atau pas hari ibu. Seharusnya sebagai anak, mendoakan orang tua adalah bagian dari kewajiban.
Pertanyaan selanjutnya, sebenarnya seberapa penting perayaan hari ibu? Apa saja yang kita lakukan saat hari ibu? Apakah cukup selebrasi satu hari untuk menyenangkan perempuan bergelar ibu? Rasanya kok tidak cukup, ya. Bahkan sebenarnya agak ganjil jika kita baik pada ibu cuma pas 22 Desember saja. Kenapa tidak kita coba untuk setiap hari adalah hari ibu. Ibu tidak perlu memasak, tidak perlu bekerja, tidak perlu ngomel. Pokoknya setiap hari ibu hanya boleh ibadah dan bersenang-senang. Gimana? Saya yakin sih ibu justru malah keberatan.
Pengorbanan Tak Terhingga Seorang Ibu
Ibu ada kalanya adalah tulang rusuk sekaligus tulang punggung. Meski ada orang berperan sebagai bapak, ibu tetaplah sosok tiang keluarga. Bapak bisa saja bekerja full seharian. Tapi ibu lebih dari itu. Bahkan mulai dari membuka mata sampai menutup mata, ibu merasa punya tanggung jawab.
Sebagai tulang rusuk, seharusnya ibu mendapat perlakuan istimewa, nyata beneran istimewa karena merupakan sosok yang berkorban paling besar. Sedari memutuskan untuk mengabdi menjadi seorang istri, ibu sudah siap dengan segala keadaan. Lalu mengandung, melahirkan, juga membesarkan anak. Berapa banyak pengorbanan itu? Tidak, kita tidak bisa menghitungnya.
Maka alangkah rugi benar-benar rugi jika ada seorang anak tidak mampu menghargai ibunya. Rugi seorang anak yang tidak bisa membuat ibu bahagia. Sementara kebahagiaan ibu adalah kesuksesan anak-anaknya.
Lantas saat kita terpuruk, apakah tandanya ibu tidak bangga? Ibu tetap bangga, bahkan ibu tetap bahagia karena anaknya mampu bertahan dan berjuang. Ibu akan kehilangan rasa bahagianya mana kala seorang anak berputus asa.
Jadi apa pun yang terjadi, tidak perlu kita berputus asa. Rayakan setiap hari adalah pengabdian kepada ibu.
Kasih Sayang Ibu Sepanjang Hayat
Meski bukan seorang yang suka memeluk atau mengelus, ibu tetaplah ibu. Tidak semua ibu punya bahasa cinta berupa pelukan. Ada malah yang bahasa cintanya itu berupa ‘omelan’. Saat ibu ngomel berarti dia menunjukkan cintanya, dan ketika beliau telah diam tanpa kata bisa jadi telah terjadi perang dalam jiwanya.
Kita tidak bisa menuntut ibu untuk selalu lembut atau selalu di dekat kita. Sama halnya ibu juga tidak selalu bisa memaksakan keinginan kepada anak-anaknya. Meski begitu ibu yang baik pastilah selalu melangitkan doa untuk anaknya.
Bukan Tradisi, Setiap Hari Perayaan Hari Ibu
Sepanjang ingatan, keluarga saya tidak pernah merayakan hari ibu. Itu juga jika yang kalian maksud hari ibu adalah perayaan berupa makan-makan atau tukar kado. Atau justru menyuruh ibu untuk tidak melakukan banyak hal seperti rutinitas hariannya. Tidak, keluarga saya tidak merayakan itu. 22 Desember tetap sama seperti biasa. Ibu tetap bangun paling awal. Orang yang selalu menyiapkan makanan meski anak-anak sudah bilang tidak perlu masak. Sosok yang tetap mencuci baju, bajunya sendiri, karena tidak pernah mau jika anaknya yang mencuci. Lebih tepatnya baju masing-masing anggota keluarga dicuci masing-masing.
Bagi saya perayaan hari ibu bukan tradisi yang harus selalu dinanti atau diramaikan. Hanya saja saat punya uang, anak-anak wajib memberi kepada ibunya. Dan itu tidak perlu menunggu 22 Desember. Ibu tidak bercerita, tapi selalu senang saat anaknya kumpul. Bahkan hanya sekadar kumpul tertawa tanpa pamer harta. Ibu tidak pernah bercerita, tapi cerita tentang ibu tidak akan pernah selesai. Bahkan sampai lembaran kertas di dunia ini habis, kisah dan kasih ibu tidak akan pernah usai.
Tinggalkan Balasan