free page hit counter

Perpustakaan Sekolah Wajah Toleransi

Perpustakaan Sekolah Wajah Toleransi

Perpustakaan sekolah, apa yang terlintas dalam pikiran jika mendengar kata perpustakaan sekolah?

Sudah menjadi rahasia umum bahwa mencerdaskan kehidupan bangsa merupakan salah satu cita-cita luhur bangsa Indonesia, sebagaimana yang termaktub dalam Undang-Undang Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia Tahun 1945 alenia ke empat.

Perpustakaan

Perpustakaan sebagai garda terdepan turut serta dalam mensukseskan cita-cita bangsa dalam memfasilitasi warga negara Indonesia menjadi pembelajar sepanjang hayat (longlife education). Hadirnya perpustakaan mampu mengembangkan potensi masyarakat agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, berilmu, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab dalam mendukung penyelenggaraan pendidikan nasional.

Baca juga Wajah Tionghoa Dalam Pendidikan Pesantren

Undang-Undang Republik Indonesia No 43 Tahun 2007 BAB I Pasal 1 menyebutkan bahwa Perpustakaan adalah institusi pengelola koleksi karya tulis, karya cetak, dan/atau karya rekam secara profesional dengan sistem yang baku guna memenuhi kebutuhan pendidikan, penelitian, pelestarian, informasi, dan rekreasi para pemustaka.

Perpustakaan Sekolah

Bukan hal baru untuk masyarakat mengenal perpustakaan, apalagi dalam dunia pendidikan. Perpustakaan sekolah adalah perpustakaan yang hadir di sekolah untuk mendukung program belajar mengajar di lembaga pendidikan formal tingkat sekolah. Baik Sekolah Dasar maupun Sekolah Menengah. Baik Sekolah Umum maupun Sekolah Lanjutan.

Smith dkk menyatakan “school library is a center for learning”, yang artinya perpustakaan sekolah merupakan sumber belajar. Sebagai sumber belajar perpustakaan harus mampu menyediakan informasi yang dibutuhkan oleh pemustaka (user).

Dalam dunia pendidikan, peran perpustakaan sejak dulu merupakan penunjang dalam proses pembelajaran (Wiji Suwarno, 2013: 40). Guru dan pustakawan harus mampu berkolaborasi dengan baik dalam mengoptimalkan peran perpustakaan. Demi menunjang kegiatan belajar mengajar. Karena sebagus apapun kondisi perpustakaan tanpa ada yang memanfaatkannya hanya akan menjadi sia-sia.

Seorang filsuf, Descartes berkata “Cogito ergo sum” artinya saya berpikir, oleh karena itu saya ada. Jika menganalogikan pada perpustakaan, maka perpustakaan eksis, hidup dan tetap konsisten untuk terus dan mengembangkan visi misi sebagai lembaga penyedia informasi. Dengan kinerja, prestasi, citra, dan pelayanan baik yang bisa banyak orang manfaatkan.

Hal tersebut bisa tercapai apabila perpustakaan mampu berkompetisi dengan kompetensi yang dimilikinya.

Keberadaan perpustakaan mampu memberikan kontribusi dan andil positif dalam pertumbuhan intelektual. Sekaligus menumbuhkan karakter peserta didik atas tersedianya koleksi (bahan bacaan) dan kegiatan- kegiatan yang menyenangkan. Hal yang menyenangkan dapat menciptakan minat baca agar tumbuh budaya baca di lingkungan sekolah. Seperti Gerakan Literasi Sekolah (GLS).

Gerakan Literasi Sekolah

Pemerintah melalui Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 23 Tahun 2015 membentuk program gerakan literasi sekolah. Tujuannya mengajak para siswa untuk membaca buku non teks pelajaran selama 15 menit sebelum kegiatan belajar mengajar berjalan. Esensi dari kebijakan ini untuk membiasakan membaca agar menjadi rutinitas harian.

Jika hal tersebut sudah tercapai maka koleksi yang ada dalam perpustakaan menjadi penentu ke arah mana pola pikir (ideologi) peserta didik akan tumbuh dan berkembang. Sehingga pihak sekolah bisa menyediakan buku yang bagus yang mampu membentuk karakter dan pribadi yang baik. Sekaligus mengajarkan nilai-nilai toleransi sejak dini yaitu dalam lingkungan pendidikan.

Mengamati dari sudut pandang yang lebih luas, perpustakaan sekolah berperan sebagai agen perubahan (agent of change). Ia menyediakan informasi di tingkat awal pendidikan yang akan sangat mempengaruhi perkembangan tata pikir dan membentuk kepribadian peserta didik jangka panjang.

Oleh karena itu pendidikan tidak hanya mengajarkan pengetahuan dan keterampilan saja. Tetapi juga mengembangkan dan menumbuhkan rasa cinta, saling pengertian dan persaudaraan. Memajukan pendidikan yang berkualitas sama halnya dengan memajukan kedamaian pada pikiran dan hati manusia yang pada akhirnya akan berkontribusi pada kedamaian dalam masyarakat dan terciptanya pendidikan kedamaian.

Share this post

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *