free page hit counter

Pervis Payne Sang Disabilitas Intelektual

https://innocenceproject.org/pervis-payne-wrongful-conviction-what-to-know-innocent-tennessee/

Pervis Payne Sang Disabilitas Intelektual

Contents

Pervis Pyne on death row
https://sfbayview.com/2021/03/pervis-payne-remains-on-death-row-with-april-9-execution-date-despite-dna-evidence/

Latar Belakang

Pervis Tyrone Payne adalah seorang pria berkulit hitam yang menderita disabilitas intelektual. Pengadilan menjatuhi hukuman mati pada 3 Desember 2020. Pada tahun 1987 pengadilan menuduhnya atas kasus pembunuhan Charisse Christopher dan anak perempuanya di Shelby County, Tennessee. Selama 33 Tahun Pervis selalu mengatakan secara konsisten bahwa Ia tidak bersalah.

Selain itu, dia juga mengatakan bahwa saat itu ia hanya ingin menolong Charisse dan anak perempuanya. Ketika dia mendengar sirene polisi dia panik dan berusaha melarikan diri dari tempat kejadian. Pengadilan menjatuhi hukuman mati , tetapi Gubernur Tennesse Bill Lee memutuskan untuk menangguhkan hukumannya karena covid-19 sampai 9 April 2021.

Menurut catatan pengadilan, Tn Payne mengatakan bahwa saat itu dia sedang menunggu pacarnya Bobbie Thomas. Pacarnya akan kembali ke apartemennya di Millington, Tennessee pada sore hari di bulan Juni 1987. Saat itu Tn. Payne mendengar suara tangisan Christopher di apartmen. Ia merasa ada sesuatu yang buruk sedang terjadi di sana kemudian ia memutuskan untuk pergi. Setelah sampai di sana keadaan mereka sangat buruk. Dia menemukan bahwa seseorang telah menikam secara brutal Charisse Christopher, dan anak-anaknya.

Kemudian ia berusaha untuk menolong dengan mencabut pisau dari tenggorokannya dan semua pakaianya penuh darah. Setelah itu polisi berkulit putih datang dan ia panik. Ia merasa bahwa polisi akan menganggapnya sebagai pelaku pembunuhan. Ketakutannya itu menjadi nyata. Akhirnya, polisi menangkapnya atas kasus tersebut . Lebih dari tiga dekade Tn. Payne masih menjalani hukuman itu.

Charisse meninggal, bersama dengan putrinya yang berusia 2 tahun Lacie dan putranya bernama Nicholas yang hampir mati. Menurut Petisi Proyek Innocence, polisi gagal menyelidiki kasus ini karena Tn. Payne berada di tempat kejadian. Ketika itu polisi memusatkan perhatian padanya dan gagal menyelidiki tersangka lain. Mereka juga gagal mengidentifikasi pria lain dan mantan suami korban yang kejam dan melarikan diri dari gedung itu.

Keluarga Pervis Payne

Pervis Payne Family
Keluarga Payne: Carl, Bernice, Rolanda, Pervis, Tyrasha.

Pervis Payne adalah anak pertama dari seorang pendeta Carl Payne, sedangkan ibunya Bernice meninggal dunia pada tahun 2005 karena kanker. Mereka memiliki 3 anak bernama Pervis, Tyrasha, dan Rolanda. Tn. Payne lahir secara prematur. Pervis dan saudaranya besar di kota Drummonds, Tennesee. Selama masa kecilnya mereka selalu beribadah bersama di gereja Milington Chruch of God and Christ. Di gereja Pervis melayani sebagai pemain drum dan ibunnya memimpin lagu pujian.

Ketika hari natal anak-anaknya selalu merindukan Pervis, tetapi ibunya selalu mengatakan

Pervis is coming home next year, he’s coming home.

Ketika memasuki universitas Holman Payne mulai menyadari bahwa kakaknya tidak pernah benar-benar kembali ke rumah. Oleh karena itu, ia lebih sering mengunjungi kakaknya. Kakaknya masih mengingat betul kejadian yang terjadi 34 tahun yang lalu, ia bahkan menceritakan hal yang masih sama.

Kemudian adiknya, Rolanda mengatakan kepadanya

Bubba, you were convicted as soon as they saw you because of the color of your skin. I will continue for the rest of my life as long as it takes to fight for my brother freedom.

Sejak usia dini, keluarga, teman, guru, dan sesama siswa lainnya mengakui bahwa Tn. Payne memiliki disabilitas intelektual. Dia mengalami kesulitan belajar membaca, mengerjakan matematika, dan mengikuti instruksi. Dia bahkan tidak dapat menyelesaikan sekolah menengahnya, dan tidak bisa menerapkan pelajaran yang gurunya berikan.

Di rumahnya, dia juga tidak bisa melakukan pekerjaan rumah seperti menyetrika pakaian atau membantu adik-adiknya mengerjakan pekerjaan rumah lainnya. Bahkan, tetangga sebelah rumahnya ingat bahwa dia tidak bisa makan sendiri sampai usianya 5 tahun.

Beberapa Fakta tentang Pervis Payne

Sebuah pelanggaran ketika menghukum orang yang menderita disabilitas.

Seperti rincian laporan Dr. Martell, Tuan Payne menerima skor IQ 72 dan skor lebih rendah 68,4. Dr. Martell juga menemukan bahwa Pervis mengalami ganguan pada fungsi bahasa dan syarafnya. Ia bahkan tidak mampu menyusun dan mengungkapkan kata-kata dengan benar.

Bukti utama dari kasus termasuk kliping kuku korban telah hilang.

Negara tidak dapat menjelaskan bukti utama yang hilang secara misterius. Guntingan kuku korban itu sangat penting karena penuntut berpendapat di persidangan bahwa korban telah mencakar penyerangnya.

Tn. Payne tidak memiliki motif untuk melakukan tindak kriminal.

Jaksa beralasan bahwa Tn. Payne telah menggunakan narkoba, sering melihat majalah Playboy, hypersexual. Namun, tidak ada bukti dan dia tidak memiliki riwayat penggunaan narkoba, atau catatan kriminal. Bahkan ia juga mengajukan keluhanya melalui pengacara Kelly Henry di sini.

Adanya kasus stereotip rasial yang terlibat dalam kasus ini

NRE melaporkan kasus orang kulit hitam yang tidak bersalah tujuh kali lebih banyak terjadi atas pembunuhan orang kulit putih. Penelitian menemukan bahwa ras korban juga memengaruhi kemungkinan penerapan hukuman mati. Pusat Informasi Hukuman Mati melaporkan. Sejak 1976, hampir 300 orang kulit hitam yang tidak bersalah membunuh orang kulit putih telah mati.

Terdapat Pelaku lainnya

Mantan suami korban memiliki riwayat perilaku kasar, termasuk melakukan kekerasan fisik, mental, dan emosional kepada korban selama perkawinannya. A National DNA database and Shelby County Criminal menemukan adanya DNA pria lain di gagang pisau.

BACA JUGA : https://dutadamaiyogyakarta.id/hasil-rapat-koordinasi-nasional-rakornas-duta-damai-indonesia-2021/

Pesan Damai

Peristiwa ini tentu menimbulkan luka baik keluarga maupun masyarakat dunia. Bahkan, kasus ini juga turut mengundang perhatian masyarakat dunia melalui media sosial. Peristiwa ini mulai menyebar luas melalui platform Tik Tok milik @positiveaf. Ia juga meminta supaya siapapun yang melihat videonya saat itu, bisa ikut menandatangi petisi proyek innocence. Pengguna video Tik-Tok lainnya yang juga menghimbau untuk ikut menandai akun presiden @joebiden dan @kamalaharris serta menelpon Gubernur lee. Mereka berharap supaya presiden bisa memberikan grasi untuk kasus ini. Akhirnya pada 26 maret 2021 petisi tersebut mencapai 600,000 tanda tangan.

Sebuah studi tentang hukuman mati di Texas menunjukkan bahwa sistem hukuman mati saat ini adalah hasil dari “warisan perbudakan rasisme”. Antara tahun 1930 – 1996 Amerika Serikat mengeksekusi 42220 tahanan dan lebih dari (53%) mempunyai kulit hitam

Negara Amerika selalu membuat kehidupan orang kulit hitam menjadi tidak manusiawi . Selama masa kepresidenan Barack Obama banyak orang Amerika yang merasakan kemajuan. Media sosial meningkatkan kesadaran akan ketidakadilan ini dan membantu menciptakan gerakan Black Lives Matter.

Kasus ini adalah salah satu dari sekian banyak kasus yang melibatkan rasisme. Polisi sudah menangkap seseorang yang tidak memiliki catatan kriminal. Kasus ini merupakan sebuah ketidakadilan dan melanggar konsitusi negara . Pengadilan tidak seharusnya memberikan hukuman mati kepada sesorang yang memiliki disabilitas. Seharusnya hukum bisa menindak secara adil kepada siapapun tanpa membedakan ras, suku dan agama. Kita tidak bisa mengangap bahwa suatu ras, agama dan suku menduduki kasta yang lebih tinggi dari yang lainnya. Persamaan di hadapan hukum adalah asas di mana setiap orang tunduk pada hukum peradilan yang sama. Semua orang sama di hadapan hukum dan berhak atas perlindungan hukum yang sama tanpa diskriminasi apapun.

The World Is So Evil For Black People To Live

Balck Lives Matter

Share this post

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *