Kaluna Beserta Mimpi Rumah Pertama
Contents
Masih Tentang Kaluna
Masih belum bisa move-on dari home sweet loan? Sama, saya juga masih belum selesai memikirkan Kaluna. Mungkin karena merasa apa yang terjadi dalam kisah perjalanan Kaluna ini berasa nyata dengan kehidupan sehari-hari. Mulai dari drama percintaan beda kasta, persahabatan yang tidak kenal jaim dan tentu saja konflik keluarga sesama saudara kandung. Yang terakhir ini asli membuat sedih sih. Bahkan saat saya nonton beberapa waktu lalu, seisi bioskop bereaksi sama saat adegan Kaluna yang selalu tertindas.
Seperti dalam filmnya, diceritakan kalau Kaluna ini adalah anak bungsu yang bukannya jadi princess manja tapi sebaliknya malah jadi orang paling jungkir balik. Sayangnya jungkir balik itu bukan untuk dirinya sendiri. Bukan untuk memenuhi kebutuhan diri sendiri, tapi demi keluarga. Ia bahkan digambarkan sebagai sosok yang boleh dibilang nerima. Nerima untuk tidak jajan, nerima untuk tidak belanja ini itu termasuk baju, bahkan nerima kalau harus pulang pergi kerja dengan kendaraan umum. Sangat bertolak belakang dengan kakaknya yang kemana-mana naik mobil atau kakak iparnya yang hobby koleksi tas mahal.
Tidak cukup sampai di situ, dia juga tampak begitu sibuk, paling sibuk di rumah. Memasak, cuci piring bekas makan dan itu piring seluruh anggota keluarga, beberes rumah; bukan cuma nyapu tapi juga membereskan mainan milik ponakannya. Apa enggak kesel? Kesel banget pasti. Belum lagi masalah bayar listrik, harus dia juga yang beli token. Pokoknya nelangsa jadi Kaluna. Agaknya diam sedikit aja salah.
Mana tanpa persetujuan tiba-tiba kamarnya pindah ke kamar pembantu yang sempit, usang dan mengenaskan kondisinya. Kunci pintunya aja enggak berfungsi. Belum lagi adegan plafon jebol oleh ulah kucing kelahi. Sama-sama posisi sebagai anak, tapi hanya dia yang tidur di kamar pembantu.
Rumah Impian Setiap Manusia
Tidak heran dengan kondisi yang super sumpek dan seperti tidak ada harapan itu membuat Kaluna ingin cepat punya rumah sendiri. Mimpi punya rumah sendiri adalah satu-satunya harapan dan motivasi Kaluna untuk bertahan dengan kerasnya dunia. Ia rela kerja keras dan menekan semua pengeluaran demi menambah saldo rekening.
Andai saja anak muda zaman now punya semangat dan ketabahan serupa Kaluna, mimpi rumah bisa terwujud dan tidak hanya berhenti pada wacana saja. Kita tahu semakin hari hidup makin berat. Cobaan ada terus. Belum lagi fitnah atau berbagai hal diluar kendali. Semua pasti pernah merasakan itu. Untuk hidup tenang dan damai rasanya sulit.
Jika kamu punya mimpi, teruslah berjuang dan wujudkan mimpi itu. Begitu kiranya pesan yang dibawakan Kaluna. Rintangan pasti ada, kalau tidak ada rintangan namanya bukan dunia. Sudah dibilang, diam tidak ngapa-ngapain aja masih terlihat salah. Apalagi kalau terbukti melakukan kejahatan. Anehnya kok ya kalau petinggi yang jahat seolah kebal. Tidak dianggap salah.
Anak Bukan Tulang Punggung
Balik lagi ke Kaluna yang ternyata bisa kita anggap sebagai tulang punggung. Entah apa yang terjadi andai Kaluna tidak ada di keluarga tersebut. Atau andai Kaluna egois dan tidak peduli pada keluarganya. Nyatanya tidak, Kaluna adalah sosok baik yang bahkan rela menghabiskan saldo rekeningnya untuk membayar hutang kakaknya. Padahal aslinya tabungan itu yang akan ia gunakan untuk mengambil KPR.
Anak bukan tulang punggung keluarga. Agaknya hal ini harus terus digaungkan. Karena apa? Karena nyatanya sekarang ini banyak orang tua yang memang membesarkan anak tujuannya untuk membantunya di masa depan atau tua nanti. Anak yang lahir sudah harus memikul keinginan orang tua yang bahkan si anak tidak tahu apa itu.
Calon orang tua dan orang tua, ayolah mulai berbenah tentang konsep anak. Iya benar bahwa anak merupakan aset tabungan akhirat. Tapi ya bukan berarti kita biarkan dia tumbuh sendiri dan menghidupi orang tuanya karena sebagai balasan sudah melahirkannya. Tolong jangan punya pikiran seperti ini. Anak kita ya adalah tanggung jawab kita. Tanpa kita inta pun anak soleh solehah pasti akan menjaga orang tuanya. Semua tergantung bagaimana kita mendidik membesarkannya. Jika kita sudah tanamkan akhlak dan aqidah baik maka dia akan baik pula. Tidak perlu khawatir.
Kaluna Hanya Ingin Realistis
Begitu juga dengan Kaluna. Dia mendapat didikan yang baik dari orang tuanya, terutama bapaknya. Maka tidak ada Kaluna melawan orang tua. Cuma memang ibunya agak sedikit pilih kasih pada kakaknya. Dan itu terlihat membuat batin Kaluna capek. Dia merasa telah berbuat layaknya anak berbakti pada orang tua tapi kecewa oleh perlakuan ibunya sendiri.
Tidak heran jika puncak kesedihan Kaluna membuatnya kabur dari rumah. Ini bisa jadi tamparan dan pelajar buat kita orang tua agar lebih hati-hati lagi dalam memperlakukan anak. Tidak ada membanding-bandingkan anak. Semua harus mendapat kasih sayang dan perlakuan yang imbang.
Kaluna jika ingin egois, dia bisa saja. Dengan tabungan dan kemampuannya beradaptasi, dia bisa tinggal di mana saja bahkan beli rumah kalau mau. Sayangnya tidak demikian. Kaluna hanya ingin hidup damai dan realistis. Dia tidak menginginkan yang muluk-muluk, hanya ingin rumah yang nyaman untuk tinggal.
Mimpi boleh, tapi mimpi saja tidak cukup. Hidup terlalu realistis, banyak perkara banyak duka dan luka tapi bukan berarti tidak bisa sambil senyum bahkan jatuh cinta. Realistis saja, harga rumah dan property semakin hari semakin gila. Kalau tidak imbang dengan kerja keras dan penekanan gaya hidup, kapan mimpi punya rumah sendiri bisa terwujud?
Buat Kaluna lain, semangat ya. Kamu bisa saja tampak sebagai tulang punggung, tapi ingatlah bahwa kamu juga punya kehidupan kamu sendiri. Tetaplah semangat dan jangan lupa jaga kesehatan. Kamu harus tetap waras. Karena dunia sudah gila, jangan kita ikut menggila.
Tinggalkan Balasan