free page hit counter

Jelajah Sejarah: Harmoni Jogja dari Pinggir Sungai Code

Jelajah Sejarah: Harmoni Jogja dari Pinggir Sungai Code

Jelajah sejarah

“Terbawa lagi langkahku ke sana,
Mantra apa entah yang istimewa,
Kupercaya selalu ada sesuatu di Jogja.”Eh malah ikutan nyanyi hehe

Sepenggal bait lagu karya Adhitia Sofyan dengan judul Sesuatu di Jogja memang sangatlah berkesan bagi saya, dan mungkin juga bagi sebagian besar orang yang pernah singgah di Jogja.

Rasanya selalu ada aja hal yang membuat saya penasaran sekaligus kagum dengan Jogja apalagi tentang sejarahnya. Belum lama ini, saya bersama sahabat Duta Damai Yogyakarta melakukan jelajah sejarah bersama komunitas Afterpaths loh.

Altrariq Welfare Yubaidi atau Mas Al merupakan founder dari Afterpaths. Kegiatan dari komunitas ini berupa jalan-jalan sejarah atau jelajah sejarah yang dikemas unik dan nggak biasa, agar Beyond the Paths serupa namanya “After” dan “Paths.”

Perjalanan kami kali ini dengan rute Harmoni di Pinggir Sungai (Sayidan). Satu dari tiga rute lainnya yaitu Path of the South (Alun-Alun Kidul), Raja, Rasa dan Budaya (Kotagede), dan Eropa di Yogyakarta (Kotabaru).

Sabtu, 7 Oktober 2023 sekitar pukul 15.10 WIB saat matahari masih cukup terik kami tiba di Gereja Kidul Loji, lokasi titik kumpul jelajah sejarah.

Di antara sekian banyak pemandangan, ada satu benda yang membuat kita tak berkedip dan mengundang kemarau panjang di tenggorokan yaitu penjual es kelapa.

Kesyahduan kondisi yang saya rasakan saat itu yaitu duduk manis di bawah Pohon Bodhi sembari lempar canda tawa bersama sahabat Duta Damai Yogyakarta berteman se-cup es kelapa.

Tak berselang lama, Mas Al dan Mbk Athaya datang. Kami bergegas menyapa dan membentuk lingkaran, acara dimulai dengan perkenalan diri dan penjelasan rute yang akan kita tempuh.

Rute Harmoni di Pinggir Sungai (Sayidan) meliputi Gereja Kidul Loji- Klenteng Fuk Ling Miau- Mural Jalanan- Pojok Benteng Wetan- Gereja Sayidan- Kampung Sayidan- Gereja Santo Yusup- Jembatan Sayidan.

Seperti apa perjalanan kami kali ini, check it out:

1. Gereja Kidul Loji


Tempat Ibadah umat Katolik ini memiliki nama Gereja Katolik Santo Franciscus Xaverius yang merupakan gereja tertua di Yogyakarta. Gereja ini dibangun pada masa kependudukan kolonial Belanda sekitar tahun 1800-an.

Bernama Gereja Kidul Loji karena letaknya berada di sisi utara kawasan bekas pemukiman Belanda, Loji. Gereja ini berlokasi di Jl. Panembahan Senopati No. 22, Prawirodirjan, Kec. Gondomanan, Kota Yogyakarta, DIY.

2. Klenteng Fuk Ling Miau


Klenteng yang juga dikenal sebagai Klenteng Gondomanan karena berlokasi di Jl. Brigjen Katamso No. 3 Prawirodirjan, Kec. Gondomanan, Kota Yogyakarta, DIY.

Menurut sejarah, klenteng ini merupakan hadiah dari Sri Sultan Hamengku Buwono II untuk permaisurinya yang berasal dari Tiongkok. Arti dari Fuk Ling Miau yaitu klenteng yang penuh berkah tak terhingga.

Klenteng ini terbagi menjadi 3 ruangan yaitu bagian depan sebagai tempat ibadah umat Konghucu, bagian belakang sebagai tempat ibadah umat Budha dan bagian samping sebagai tempat ibadah agama Tao.

3. Mural Jalanan


Dua mural ini merupakan karya dari Methodos dan Anagard. Vendy Methodos merupakan seniman jalanan asal Jogja yang terkenal dengan nama Stalker, dan sejak tahun 2011 sampai sekarang berganti menjadi Methodos.

Karya Methodos berisi kritik sosial politik yang menampilkan sosok aneh yang tidak seperti lazimmya bentuk manusia. Sedangkan Anagard seniman jalanan asal Padang, Sumatera Barat ini memiliki ciri khas berupa karya yang memadukan antara manusia, hewan dan tumbuhan sebagai kritik realitas sosial.

4. Pojok Benteng Wetan


Benteng merupakan bangunan yang mengelilingi Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat, sedangkan sudut benteng biasanya bernama bastion yang oleh masyarakat Jogja disebut pojok benteng (jokteng).

Ada empat benteng namun satu benteng hancur yang terletak di sebelah utara-timur keraton saat terjadinya serangan pasukan Inggris pada peristiwa “Geger Spei.”

Tiga benteng lainya yang masih berdiri kokoh yaitu Pojok Benteng Wetan/Timur, Pojok Benteng Kulon/Barat, dan Pojok Benteng Lor/Utara.

5. Gereja Sayidan


Siapa yang mengira kalo bangunan ini merupakan Gereja?
Bangunan yang memiliki arsitektur menyerupai kastil atau istana dengan gaya Eropa ini merupakan rumah dari keluarga Haryono seorang pengusaha batik terkenal.

Esther Widyo Wanandto sempat menghuni rumah ini, beliau istri dari R. Petrus Haryono. Sedangkan nama Gereja Sayidan sendiri merupakan Pemberian dari masyarakat sekitar karena bentuknya mirip gereja dan berada di kampung Sayidan.

7. Kampung Sayidan


Kali pertama blusukan di kampung ini, menyusuri gang-gang kecil yang kira-kira hanya cukup satu sepeda melintas dari satu arah. Kalo dulu membayangkan Sayidan hanya dari lagu ciptaan Shaggydog saja, dan hari ini langsung bisa bercengkrama.

Semakin jauh masuk ke kampung Sayidan kami tiba di bantaran Kali Code, menikmati suasana sore hari di tengah jembatan cinta yang menghubungkan kampung Sayidan dengan Kampung Bintaran.

8. Gereja Katolik Santo Yusup


Dari sekian banyak gereja, menurut saya bangunan gereja ini yang terunik. Atap gereja berbentuk setengah lingkaran dan lonceng menghiasi ujung atap. Gereja Santo Yusup adalah gereja Jawa pertama di Yogyakarta. Sesuai lokasinya, gereja ini juga disebut sebagai Gereja Bintaran.

9. Jembatan Sayidan Jembatan yang

sering kita lewati ini merupakan jembatan yang menjadi pintu masuk Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat dan sebagai perbatasan antara Kraton Kesultanan Yogyakarta dengan Pura Pakualaman. Jembatan yang berdiri kokoh di atas sungai code ini bersumber dari lereng Merapi dan berakhir di laut selatan.

Langit Jogja nampak mulai berwarna orange kehitaman. Perjalanan jelajah sejarah kampung Sayidan yang dipandu oleh Mas Al dan Mbak Athaya memberikan kesan istimewa dalam kesederhanaan.

Menyusuri jalan, gang, dan jembatan dengan jalan kaki lalu singgah sebentar di banyak tempat bersejarah di Jogja untuk melihat dan mempelajari keindahan Jogja dari sisi lain. Inilah secuil “Sesuatu di Jogja” dari sekian banyak yang ada. Mari terus berjalan dan menikmati setiap sudut Jogja yang istimewa.

Share this post

Comment (1)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *