free page hit counter

Nasi Padang dan Sentimental Anak Rantau

Nasi Padang

Nasi Padang dan Sentimental Anak Rantau

Contents

Nasi Padang Yang Kamu Kenal

Membicarakan nasi padang rasanya tidak akan habis hanya dalam sekali duduk. Mulai dari bumbu rendang, sambal ijo, kikil, cincang, daun ubi dan bahkan sampai merk katakanlah sederhana atau murah meriah. Namun untuk kali ini saya ingin mengajak kamu untuk melihat cerita lain dari nasi padang. Tulisan ini terutama untuk kamu kamu penggemar atau yang biasa pesan nasi padang demi kuah dan nasi segunung.

Bermula dari story sobat Duta Damai Yogyakarta beberapa waktu lalu tentang nasi padang, jadi ingat bahwa masa muda saya sangat dekat dengan warung padang. Bukan karena langganan makan siang atau sore di situ melainkan karena di situlah saya pernah bekerja. Benar jika gaya hidup usia 20-an saya adalah hasil sokongan nasi padang, yang bisa jadi juga kamu pernah memakannya.

Siapa sangka juga kalau tahun-tahun berikutnya warung sejenis ini menjadi semakin menjamur juga tersohor di berbagai wilayah di Jawa. Baik itu warung padang asli milik orang Padang atau hanya namanya saja tapi pemiliknya orang entah suku mana. Tapi tetap sah saja kita menyebut warung nasi padang sesuai branding tulisan di kaca warung.

Nasi Seharga Sepotong Cincin 2 Gram

Tiap membicarakan masakan Sumatra satu maka saya sedikit hiperbola atau boleh dibilang baper, sentimental. Meski sekian tahun kerja dengan orang Pariaman di warung makan yang buka di Yogyakarta tapi orang tua saya saat itu belum kesampaian makan nasi padang. Makanan itu masih belum terjangkau oleh kantong orang rumah.  Kalau pun sesekali beli itu mentok nasi sayur tanpa lauk.

Oleh rasa itu sampai detik ini selalu ada getaran tiap saya membelikan sebungkus lengkap dengan rendang atau ayam bagi orang rumah, terutama ibu. Mungkin perasaan saya ini perasaan yang sama seperti yang dirasakan teman-teman di perantauan. Saya yakin tidak sedikit orang rantau yang punya kisah sentimental seperti saya ini. Contohnya ya sobat Duta Damai Yogyakarta yang saya bilang di depan.

Anehnya sentimental itu masih terbawa sampai saat ini. Ketika melihat warung nasi padang selalu ada rasa yang sulit diungkap. Untungnya saat ini untuk beli sebungkus lengkap dengan lauknya bukan sesuatu yang mustahil. Telah mampu meski sadar diri tidak usah setiap hari, cukup saat rasa sentimental itu hadir kembali.

Dari olahan makanan penuh santan ini saya belajar bagaimana cara menghormati orang lain (pelanggan). Juga darinya saya mengerti bagaimana sederhana itu bisa juga mewah. Pernah pada tahun 2012 saat hari ibu saya menuliskan kisah ibu bersama nasi padang, dan ternyata tulisan itu menjadi juara pertama dengan hadiah cincin emas dubai hampir 2 gram. Sungguhnya makin sentimental perasaan saya tiap menyantap hidangan ini.

Adakah Kandidat Pengganti Nasi Padang?

Saya tidak bisa membayangkan apa yang akan terjadi ketika industri nasi padang ini musnah tergantikan jenis makanan lain. Tapi sepertinya tidak mungkin sebab rendang adalah makanan lezat peringkat dunia. Agaknya tidak mungkin kalau sampai musnah dari muka bumi.

Saya paham jika itu hanya sebungkus makanan. Tapi siapa sangka jika di sana terjalin pesan-pesan perdamaian.  Bahwa warung tempat makanan ini berada kerap kali menjadi titik jumpa para manusia. Saling bersinggungan. Tidak hanya penjual dan pembeli tapi juga sesama perantau.

Share this post

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *