Airport Situation
Bandar Udara Internasional Adisutjipto.
Pulang!
Aku tahu di luar sana banyak orang yang membatin,
“ada covid-19 gini kok malah mudik”
“udah dibilang jangan mudik kok ngeyil”
“dia paham gak sih dengan carrier? kok berani-beraninya?”
“wah ga bener nih orang” dan sebagainya.
Kepulangan kali ini adalah kepulangan yang tidak diharapkan. Sejak adanya pengumuman libur 2 minggu perihal covid-19 menjadi alasan utama kenapa aku ingin pulang ke kampung halaman.
Aku sudah mencoba bertahan seminggu di kos aja. Namun semakin hari rasanya semakin menyiksa. Sejak hari kedua libur, sudah ada enam penghuni kos yang memilih pulang kampung. Genap seminggu libur hampir seluruh penghuni kos menyusul pulang kampung.
Kami (aku dan penghuni) kos tentu paham dengan himbauan untuk #dikosaja atau #Dirumahaja sebagai upaya agar tidak terjadi rantai penularan covid-19. Sepanjang hari kami pun berusaha untuk hidup sehat selama di kos. Rajin cuci tangan, makan teratur dengan makanan yang sehat agar sistem imun tetap dalam kondisi yang baik dan harapannya terhindar dari virus-virus yang ada. Namun rasanya ada yang mengganjal.
Namun, semakin hari kondisi kos makin sepi. Aku berusaha hidup sehat namun mental dipertanyakan. Tidak ada komunikasi sama sekali, sungguh menyiksa. Makanan yang harusnya sehat, turut dipertanyakan, karena sebagai anak kos, aku lama-lama cuma bisa menyediakan makanan cepat saji seperti sardine, mie, bumbu-bumbuan kemasan. Gizi jelas kurang, semua itu karena rasa takut untuk keluar sendirian ditengah wabah covid-19.
Selain itu, terror dari orang tua pun mulai muncul. Dengan alasan kampung halamanku akan melakukan lockdown dengan segera maka aku diwajibkan untuk pulang.
Benar ternyata, mulai 1 April 2020, jalur air, darat dan udara sudah ditutup. akses jalan hanya khusus untuk bahan pokok, logistik dan keperluan medis.
Siang itu, sekitar pukul 2 siang lewat 10 menit sampailah aku di terminal keberangkatan Adisucipto. Suasana terlihat cukup lenggang untuk sebuah bandara.
Aku lihat semua orang menggunakan masker. Bahkan ada yang menggunakannya 2 lapis, serta ada yang menggunakan sarung tangan latex dan memainkan gadget sembari menunggu pesawat boarding.
Tak lama kemudian pramugari dan awak kabin lainnya nampak sudah lengkap dengan masker yang dikenakan.
Ditengah pengapnya suasana, dengan masker yang selalu menempel, serta pikiran yang melayang kemana-mana karena situasi yang ada, di kursi pesawat aku berdoa: Ya Tuhan, tolong berikan keselamatan pada kami semua. Biarkan penerbangan ini lancar seperti biasanya.
Konsentrasi sedikit pecah ketika kulihat, Didi, balita dengan seorang bapak di depan seatku berceloteh ria.
Didi : “ Pak, ko belum telbang?”
Didi : “Kok belum naik kita pak?”
Didi : “Kita tunggu siapa pak, kok ngga telbangsih?”
Didi : “Wah lajuuuuu, dadah sawat tebang”
Didi : “Aduh kaki adek ndamuat pak, adek mau tidul nih”
Bapak : (selalu membalas Didi dengan suara yang hampir tidak terdengar dan tidak jelas)
Selain itu ada juga Kiki, balita dengan bapak dan ibu, agak jauh dibelakang seatku yang juga tak kalah hebohnya dengan Didi.
Kiki : “Takut, mau turun pesawat… hwaaaaaaa” (menangis sambil ketakutan)
Kedua balita itu pun seperti saling bersautan.
Hatiku sedikit terhibur dengan kedua bocah itu. Mereka begitu lucu. Saat kita orang dewasa merasa tegang dan takut dengan adanya covid-19, bocah-bocah selalu dengan keceriaan dan keluguan mereka, padahal dunia sedang tidak baik-baik saja.
Tiba di bandara Sepinggan Balikpapan hatiku lega. Aku benar telah sampai kampung halaman.
Berbeda dengan Adisucipto, petugas Bandara Sepinggan telah memberi jarak di setiap antrian dengan garis kuning. Semua antrian diberlakukan jarak. Antrian untuk melakukan pemeriksaan barang dan antrian untuk memasuki pesawat.
Begitu urusanku selesai, buru-buru aku pesan taksi dan melaju ke rumah.
Aku bersyukur akhirnya aku sampai rumah dengan selamat. Meski kini tidak ada sambutan pelukan dan cipika-cipiki bahkan bersalaman pun tidak. Aku tahu ini akan terjadi. Bahkan aku tahu, sebelum aku tiba pasti akan ada seperti ini.
Kini aku sudah lebih dari 14 hari karantina mandiri. Jiwa dan tubuhku semakin membaik. Aku berdoa semoga yang sakit segera memperoleh sembuh. Semoga Corona lekas hilang dan semoga Ramadan tahun ini kembali meriah seperti tahun sebelumnya.
Semoga kalian selalu dalam kesehatan.
Tinggalkan Balasan