Mungkinkah Menolak Politik Uang?
Saya akan memberikan posisi yang jelas bahwa tidak mudah untuk memisahkan politik dan kekuatan uang. Bukan hanya tidak mudah, mungkin mustahil untuk memisahkan keduanya. Setiap pemilihan umum apa yang nampak di hadapan kita ialah kenyataan bahwa uang menjadi penentu. Tidak sedikit calon dengan visi dan misi yang bagus ternyata harus kalah. Penyebab utamanya tentu tidak lain karena uang yang mereka miliki jauh dari kata cukup.
Sejujurnya tidak sulit untuk memberikan alasan mengapa politik uang tidak terhindarkan. Meskipun persoalannya sangat kompleks dan sistematis. Saya akan mencoba untuk memberikan alasan atas statement tersebut. Sedikitnya terdapat tiga alasan yang akan saya uraikan satu persatu untuk bisa menjawab persoalan tersebut. Alasan ini tidak statis, melainkan sangat dinamis. Artinya, bisa berubah sesuai dengan perkembangan mutakhir.
Susahnya Menolak Politik Uang
Pertama, kita tahu bahwa demokrasi membutuhkan ongkos yang mahal. Saya akan memberi gambaran dan cerita sebagai berikut. Ketika masa pemilihan umum berlangsung, itu artinya para pemilih harus meninggalkan pekerjaannya. Ini nampak tidak masalah bagi para pekerja elit, namun sangat problematis untuk rakyat miskin. Sebab, ketika mereka tidak bekerja artinya mereka tidak akan mempunyai penghasilan. Akhirnya, ketika pemilihan umum yang ditanya pertama adalah seberapa banyak uang yang diberikan oleh para calon pemberi.
Hal tersebut nyambung dengan alasan yang kedua, yakni tidak adanya kesadaran dari masyarakat tentang demokrasi. Di sekolah-sekolah dan perguruan tinggi, topik demokrasi memang dibicarakan. Sayangnya, kita tidak akan pernah menemukan itu di kalangan bawah. Ini berarti bahwa orang yang paham demokrasi dan pentingnya pemilihan umum yang bersih hanya kelompok elit. Sementara rakyat tidak peduli terhadap demokrasi yang hakiki. Apa yang ada di benak mereka ialah ketika pemilihan umum, mereka harus datang ke Tempat Pemilihan Umum (TPU) dan mencoblosnya.
Itupun tidak sekadar mencoblos, melainkan ada ongkosnya. Karena memang harus merelakan pekerjaannya demi datang ke pemilihan umum. Dua hal tersebut kemudian mendapat dukungan dari unsur yang ketiga, yakni sistem pemilihan. Sistem pemilihan kita menganut proporsional terbuka, yang artinya calon melawan calon lain. Berbeda dengan proporsional tertutup yang fokusnya ialah partai melawan partai. Sehingga, kesempatan untuk menggunakan uang setiap calon semakin terbuka lebar.
Perantara Politik
Ini adalah sistem yang menjadi perantara terbukanya politik uang. Untuk tidak menggunakan uang, calon merasa khawatir sebab mengira lawannya pasti menggunakan uang. Semua calon mempunyai pikiran seperti ini. Akibatnya, setiap calon tidak tahan atau diam diri sehingga mereka memilih menggunakan kekuatan uang. Dari ketiga hal tersebut akan segara nampak bahwa sejatinya persoalan politik uang berkelindan erat satu sama lain.
Sebagaimana dijelaskan dengan tegas pada paragraf pembuka bahwa sulit untuk menghapus dan menolak politik uang. Tiga alasan yang saya kemukakan di sini cukup untuk memberikan gambaran rumitnya persoalan tersebut. Sebagai penutup kata yang pas bukan “susah” atau “tidak” untuk menghapus praktik tersebut, melainkan mustahil.
Tinggalkan Balasan