free page hit counter

Strategi Jitu Ala Pelopor Pancasila

Pelopor Pancasila

Strategi Jitu Ala Pelopor Pancasila

Era Proklamasi 1945, adalah era mencekam dimana seluruh pemuda–pemudi Indonesia mengerahkan tenaga dan pikirannya sebagai pelopor pancasila untuk mencapai kemerdekaan Republik Indonesia. Sumbangsih pemikiran tersebut berhasil menyiapkan strategi Proklamasi Kemerdekaan oleh Soekarno–Hatta setelah melewati berbagai macam cara salah satunya penculikan Rengasdengklok yang sampai hari ini dianggap sebagai siasat jitu kaum muda menaklukkan keadaan genting yang rawan akan pengaruh Jepang.

Dipelopori pemuda Indonesia dengan siasat jitu Chaerul Saleh, Wikana dan Sukarni peristiwa tersebut berjalan lancar hingga terlaksananya Proklamasi. Satu menit tanpa siasat, kegagalan Proklamasi dan harapan kemerdekaan setelah ratusan tahun dijajah bisa dirampas. Namun pemuda Indonesia, saling bertukar pikir dan berdiri mempelopori taktik untuk mencapai kemerdekaan bersama. Kepeloporan pemuda terhadap kesatuan bangsa besar bernama Indonesia tidak berhenti pada langkah Proklamasi. Penyelerasan tujuan untuk tetap mempertahankan nilai–nilai Nasionalisme menjadi program lanjutan yang telah direncanakan.

Tepat dengan selesainya sidang BPUPKI kedua, pada tanggal 1 Juni 1945 Pancasila berhasil dirumuskan sebagai dasar negara Indonesia. Butiran satu hingga lima, menjadi kesepakatan bangsa untuk menyatukan negara ini hingga beberapa tahun mendatang usai kemerdekaan. Gagasan pemuda visioner dalam menentukan dasar negara, menjadi solusi beragam perpecahan yang timbul. Sebagai pemuda masa kini, sekejap saja kita menundukkan kepala bagaimana di zaman penjajahan yang masih minim teknologi dan pendidikan para founding people mampu merumuskan dasar negara yang layak diimplementasikan selama puluhan tahun lamanya bahkan selaras dengan kondisi negara berbagai zaman. Penglihatan masa depan Indonesia dibidik dengan tepat melalui 5 (lima) dasar negara Pancasila.

Membaca Indonesia dan Pancasila

Indonesia sebagai negara yang secara demografi sudah terpisahkan oleh berbagai pulau dari sabang hingga merauke menjadi keniscayaan timbulnya beragam budaya, faham, aliran hingga kepercayaan. Budaya merupakan kegiataan yang terus diulang dalam kehidupan sehari-hari menjadi sebuah kebiasaan. Dari kebiasaan tersebut terdapat campur tangan aliran paham warisan leluhur dan pengaruh lokasi yang memicu lahirnya sebuah adat istiadat. Lokalisasi adat akan melahirkan paham aliran hingga sebuah kepercayaan tertentu yang harus dinormalisasi oleh pemerintah. Negara multikultural dengan semboyan Bhinneka Tunggal Ikamenjadi pilihan tepat lahirnya Pancasila di tengah rawannya perbedaan.

Menyadari pengaruh keberagaman di Indonesia akan membuat kita sadar bahwa negri ini dihuni oleh jutaan manusia dengan isi kepala yang berbeda dalam satu lingkungan. Jawa dan Papua memiliki nilai perbedaan yang signifikan untuk bersatu dalam sebuah meja keadilan hingga kesetaraan, apalagi menuju kesamaan. Perbedaan ras, agama, bahasa serta logatnya hingga bagaimana memandang Indonesia tentu tak lagi sama. Orang–orang Jawa sudah lebih dulu mendapatkan akses kemajuan dan turut merasakan manisnya kemerdekaan, namun saudara–saudara kita di ujung timur jauh dari harapan tersebut. Gagasan untuk bersatu dengan nilai keadilan yang berbeda akan menimbulkan beragam penolakan hingga perpecahan. Di sinilah letak mengapa Pancasila dinobatkan sebagai jawaban solutif dari masa lalu untuk masa depan Indonesia. Daya baca para perumus Pancasila menjangkau keadaan sejauh ini.

Egosentrisme atas kekuasaan kelompok mayoritas menjadi salah satu masalah retaknya kesatuan. Budaya Jawa yang menguasai hingga agama mayoritas menjadi sumber perpecahan dimana tidak adanya kesadaran keberagaman sehingga wujud toleransi menjadi nihil. Setiap kelompok dari jutaan kelompok di Indonesia sama–sama membutuhkan penerimaan baik secara legal oleh negara hingga dalam ranah sosial dari seluruh masyarakat Indonesia. Ketuhanan Yang Maha Esa, dirumuskan menjadi pemersatu sekian banyaknya keyakinan yang telah diwakili oleh Pancasila melalui Sila yang pertama.

Perpecahan hingga pertumpahan darah yang terjadi akibat rebutan kekuasaan, wilayah, ras hingga dendam kelompok menjadi tujuan dibentuknya Sila yang kedua yakni Kemanusiaan yang Adil dan Beradab. Poin penting yang kita bisa ambil dari sila tersebut mengenai peningkatan keadilan pada suatu negara dapat meningkatkan moral rakyat yang beradab. Maka dari itu, penting bagi pemerintah sebagai pemangku kepentingan utama mewujudkannya dalam sisi keadilan ekonomi, hak asasi manusia, hak tinggal, pendidikan hingga fasilitas serta hukum. Minimnya ketimpangan sosial akan mengurangi perilaku immoral masyarakat Indonesia secara keseluruhan.

Sebagai bangsa besar sang pemilik segalanya dari budaya, agama, komoditi utama, bahan baku, hingga pertambangan, maka sudah sepatutnya kita memiliki modal untuk menenun Persatuan Indonesia berdasarkan cita–cita Sila yang ketiga. Bukan sekedar persatuan pedagang, persatuan pejabat, persatuan juragan dan sejenisnya yang memecah belah bangsa. Namun mempersatukan banyak persatuan menjadi satu kesatuan Indonesia. Setelah implementasi ketiga berjalan tentunya sebagai rakyat, kepemimpinan menentukan nasib hingga takdir hidup kita di Indonesia. Gaung sila keempat dengan harapan Kerakyatan yang dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan dan Perwakilan.

Sistem kepemimpinan yang merakyat dari level pemerintahan paling bawah RT dan RW hingga Presiden, yang hikmat dengan amanah yang diemban dan memiliki kebijaksanaan dalam musyawarah mufakat bukan mengedepankan Si Kaya dan Si Konglomerat untuk mendapatkan perhatian dan legalitas keadilan bahkan untuk memperkaya kantong pemimpin sendiri. Terakhir dari wujud praktek nyata sila keempat adalah setiap pemimpin mampu mewakili suara rakyat bukan hanya dibayar rakyat untuk kepentingan pribadi atau partai. Kepemimpinan Indonesia adalah PR panjang setiap generasi, yang tidak dapat diselesaikan dalam waktu cepat. Namun kesadaran pemuda untuk membentuk dirinya sejak dini dengan menyelaraskan perilaku Pancasila dalam kepemimpinan harus terus ditingkatkan.

Eksistensi sila kelima, merupakan harapan masyarakat Indonesia sejak zaman penjajahan. Keadilan Sosial bagi seluruh Rakyat Indonesia, menerima keadilan adalah anugerah sebagai rakyat dalam sebuah bangsa. Mudahnya beragam akses hingga fasilitas menjadi harapan utama yang segera terselenggara. Pasalnya di masa penjajahan, leluhur kita sudah lama menderita oleh perilaku kejam dari sistem kerja paksa hingga perampasan harta bumi yang merupakan sumber ekonomi masyarakat. Kini penjajahan tak terlihat juga semakin marak terjadi, dari munculnya usaha milik WNA hingga penjajahan budaya yang membuat kita tidak lagi hidup selayaknya warga Indonesia yang penuh cinta damai. Semua dilakukan demi harta dan benda, legalisasi perusahaan asing juga bentuk penjajahan terhadap ekonomi anak bangsa sementara pemerintah memberi ijin hanya karna mereka lebih digdaya. Maka dari itu Keadilan adalah satu–satunya yang bisa kita harapkan dari misi pemerintahan Indonesia yang selaras dengan tujuan Pancasila.

Optimalisasi Peran Gen Z sebagai Pelopor Misi Pancasila

Gerakan kepeloporan tersebut tidak boleh berhenti hanya di saat pasca kemerdekaan Republik Indonesia saja. Pancasila bukan hanya ideology tertulis, tapi di dalamnya ada strategi jitu yang harus diterjemahkan secara bijaksana oleh Pemuda. Gelora semangat pemuda lintas generasi harus terus dikaderisasi. Menjalankan misi Pancasila adalah titah suci sebuah negara terhadap rakyatnya, kawula muda khususnya.

Sebagai generasi harapan bangsa persiapan strategi jitu ala pelopor Pancasila yang sudah di contohkan para pahlawan kita harus diteruskan. Langkah optimalisasi Gen Z bisa dimulai dengan membaca dengan sadar hubungan antara Indonesia dan keselarasan misi Pancasila yang telah saya jabarkan sebelumnya. Pemuda yang lebih paham, harus punya semangat militansi menyadarkan pemuda lain secara masif. Hal ini bisa dilakukan dengan Tulisan, Narasi Edukasi bahkan sampai Kampanye sosial media secara serentak. Sebagai platform yang selalu bersama anak muda, sosial media harus mengandung misi Pancasila.

Edukasi langkah dalam menyatukan keselerasan ideologi bangsa, seruan perdamaian dalam perbedaan, kesadaran akan keberagaman hingga memiliki jiwa besar untuk saling menerima satu antar yang lain merupakan strategi jitu yang bisa diawali Para Gen Z untuk mengawali perjuangan selaku Pelopor Pancasila. Sebab rusaknya narasi sosial media, berpengaruh kuat pada rusaknya moral generasi muda. Namun militansi dan ekspansi para pemuda yang melek dengan Pancasila justru akan menjadi kekuatan besar untuk sama-sama mempertahankan nilai–nilai Pancasila di seluruh seantero bangsa. Hidup Pemuda Pancasila, Hidupilah media dengan misi Pancasila.

BACA JUGA: Pakualaman: Pahlawan Pendidikan Sepanjang Masa

Editor: Bennartho Denys

Share this post

Comment (1)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *