Jugun Ianfu di Masa Penjajahan Jepang
Contents
lATar Belakang.
Jugun Ianfu (従軍慰安婦) atau (Comfort Women) adalah perempuan korban perbudakan seks tentara Nippon pada masa Perang Dunia ke II. Asal kata ‘ianfu’ yaitu 従“pembantu” atau “pengikut”, 軍 “tentara”, 慰 “penghibur”, 安 “tenang” atau “senang” dan 婦 “perempuan”. Sebelum ‘ianfu’ ada istilah lain untuk menyebut wanita penghibur di Jepang yakni Karayuki-san. Karayuki-san biasanya menjadi mucikari dan membantu dalam pengelolaan rumah bordil. Akan tetapi, Ianfu memiliki kedudukan yang lebih rendah yaitu mereka harus melayani tentara mulai kelas bawah sampai kelas atas . Perempuan-perempuan ‘Ianfu’ ini tidak memiliki hak dalam memilih orang yang akan mereka layani.
Pada tahun 1995 Yoshiaki Yoshimi dalam Jugun Ianfu “The Wartime Comfort Women”, memperkirakan ada 200.000 perempuan yang menjadi ‘ianfu’ . Yoshimi mengatakan bahwa ada sekitar tiga juta tentara Nippon, dengan demikian setiap ‘ianfu’ harus melayani 30 tentara.
Sekitar 200 – 400 ribu perempuan Asia berusia 13- 25 tahun perempuan yang menjadi budak seks. Beberapa negara yang mengalami hal serupa misalnya : Korea, China, Filipina, Vietnam dan Belanda. Salah satu kasus di Indonesia yakni, perempuan yang menjadi ‘ianfu’ direkrut melalui kerja sama antara kepala dusun dan rukun tetangga. Bahkan beberapa tentara Nippon juga menculik dan menggunakkan kekerasaan untuk membawa mereka ke rumah bordil. Nippon membohongi mereka dengan dalih akan memfasilitasi sekolah perawat di Tokyo atau Singapura. Namun kenyataanya Nippon membawa mereka ke luar negeri hanya menjadikan budak seks .
BACA JUGA : https://dutadamaiyogyakarta.id/perempuan-indonesia-menuju-kesetaraan/
kisah JUGUN IANFU
Perempuan ‘ianfu’ yang Jepang rekrut awalnya hanya negara terdekat seperti Korea dan China. Namun, dengan menyebarnya wilayah kekuasaan Jepang, korbannya pun juga semakin meluas. Mayoritas perempuan ‘ianfu’ asalnya dari negara-negara Asia, kini meluas ke Belanda. Oleh karena, status orang Jepang saat itu menjadi sejajar dengan orang Eropa setelah kemenangannya atas Cina dan Rusia. Tidak hanya itu, untuk menghindari kekejaman tentara Nippon beberapa gadis eks-‘ianfu’ di Malaka timor menato tangan dan kaki mereka. Tato ini mempunyai arti bahwa mereka sudah menikah dan memiliki suami. Rencana ini berhasil dan Nippon tidak berani menculik gadis yang mempunyai tato di Malaka dan Timor. Setiap perempuan di Malaka mempunyai ciri khas tato dua lingkaran dan satu garis. Hal ini melambangkan bahwa beberapa keluarga saling terikat dengan bumi tempat mereka lahir.
Jepang menggunakan cara yang berbeda di setiap negara untuk merekrut seorang ‘ianfu’. Di Korea, tentara Nippon merekrut korbannya melalui iklan dan surat kabar. Banyak sekali perempuan usia 18-30 tahun yang mendaftarkan diri. Kurangnya informasi dan keterbatasan ekonomi membuat perempuan di korea pun ikut serta. Tidak hanya itu, ada pula keluarga di Korea yang terpaksa menjual anaknya melalui tentara Nippon karena faktor ekonominya. Pada saat proses wawancara Jepang tidak pernah menjelaskan mengenai tempat mereka akan bekerja dan tidak ada penjelasan mengenai negosiasi upah. Selanjutnya, tentara Nippon akan memberikan bayaran 100-300 yen tergantung pada penampilan dan usia mereka.
penyelesaian kasus jugun ianfu
Ketika akhir pendudukan Jepang pada tahun 1945, penderitaan mereka tidak sepenuhnya selesai. Masyarakat masih memberikan cap bahwa mereka adalah perempuan ‘pelacur’ bekas antek Jepang. Perempuan ‘ianfu’ ini tidak hanya ada di Indonesia, tetapi juga tersebar di Asia. Salah satu lembaga yang sering menangani kasus ‘ianfu’ ini adalah (Asian Women Fund) . Ratusan perempuan di Korea Selatan juga menuntut pemerintah jepang untuk melakukan kompensasi atas kondisi kesehatan fisik dan meminta maaf. Berbeda dari negara koloni Jepang lainnya, tidak banyak orang di Indonesia yang mengetahui akan sejarah kelam ini. Hal ini tampak pada masa orde baru yang masih menggantungkan ekonominya kepada Jepang. Negara Indonesia tidak ingin merusak hubungan bilateral Jepang dengan mengungkap kasus ini.
Negara Korea Selatan sangat memperjuangkan keadilan dan meminta kompensasi ganti rugi dari pihak Jepang. Berbeda dari Korea, di Indonesia sendiri tidak ada respon kuat dari Pemerintah untuk menyelesaikan kasus ini. Tentunya perbedaan yang semacam ini juga memiliki banyak faktor yang memengaruhi. Faktor pertama yakni pada masa lampau pemerintah Jepang berhasil meyakinkan pemerintah Indonesia bahwa Jepang adalah rekan yang baik dan menguntungkan. Hal ini bisa kita lihat Jepang juga mendukung semangat nasionalisme rasa anti Belanda dan menciptakan wajib belajar. Pada masa sekarang Indonesia sangat menggantungkan ekonominya dan sistem perdagangan kepada Jepang. Sedangkan relasi antara Jepang dan Korea Selatan sangat bertolak belakang. Jepang dan Korea Selatan memiliki persaingan yang ketat di banyak bidang. Salah satunya adalah keduanya merupakan pemegang ekonomi terkuat, khususnya di wilayah Asia Timur. Hal tersebut memunculkan kontestasi ekonomi antara keduanya yang membentuk pola interaksi yang bertendensi pada persaingan.
pesan damai
Menjadi seorang eks-‘ianfu’ tentu tidaklah mudah. Tentara Nippon tidak hanya meninggalkan luka fisik untuk korbannya, tetapi juga psikologis. Banyak sekali perempuan eks-‘ianfu’ yang terus mengingat kejadian kelam itu. Sangat sulit bagi mereka untuk melupakan rasa pilu yang dulu mereka alami. Tak jarang eks-ianfu ini harus menanggung rasa pedih dan depresi selama masa hidupnya. Mereka seakan harus menutup mata akan kejadian kelam yang terjadi saat itu. Jepang terus menerus memaksa mereka dengan dalih sebagai bela negara supaya tidak menjadi penghianat negara.
Semoga saja kasus ‘jugun ianfu’ ini segera mendapatkan titik terang dan mendapatkan penyelesaiannya. Harapannya pemerintah Indonesia melalui KOMNAS HAM Indonesia bisa mendesak pemerintah Jepang untuk meminta maaf dan melakukan ganti rugi. Tidak hanya itu seharusnya pemerintah di Indonesia juga harus lebih menaruh perhatian lebih kepada eks- ‘ianfu’. Persoalan jugun ianfu ini telah menjadi permasalahan internasional. Oleh karena itu kasus ini harus segera mendapatkan penyelesaian. Pemerintah Indonesia juga harus segera mendesak pihak jepang untuk melakukan upaya rekonsilisasi kepada eks-‘ianfu’ ini. Pemerintah Indonesia juga harus menghilangkan stigma negatif terhadap eks-‘ianfu’ dan melakukan pengungkapan fakta sejarah.
“Kalau orang tak tahu sejarah bangsanya sendiri-tanah airnya sendiri-gampang jadi orang asing di antara bangsa sendiri”.
Pramoedya Ananta Toer
Comments (5)
Kasus HAM memang banyak yang belum tuntas di Indonesia. Lalu harus bagaimana lagi kita menyikapinya?
Saya rasa kasus pelanggaran HAM perlu adanya dasar hukum yang kuat sebagai bentuk tanggung jawab pemerintah terhadap penyelesaian pelanggarannya. Masyarakat juga perlu sadar akan Hukum dan HAM, baik yang bersifat regional maupun internasional.
[…] Jugun Ianfu di Masa Penjajahan Jepang […]
[…] BACA JUGA: Jugun Ianfu di Masa Penjajahan Jepang […]
[…] BACA JUGA: Jugun Ianfu di Masa Penjajahan Jepang […]