Mengucapkan Selamat Natal, Bisa Menjadikan Kafir?
Memasuki tanggal 25 Desember, setiap umat Nasrani akan melakukan perayaan Hari Natal. Sama seperti agama-agama lain yang ada di Indonesia, hari Natal merupakan hari Suci bagi umat Kristian. Natal berasal dari bahasa Latin yaitu Dies Natalis yang mempunyai arti hari lahir untuk memperingati kelahiran Yesus Kristus. Akan tetapi seperti yang tertera dalam Wikipedia, ada beberapa gereja Ortodoks yang memperingati Hari Natal setiap tanggal 6 Januari.
Namun, setiap Natal diperingati, terdapat banyak perayaan non-agamawi yang juga dilakukan. Seperti misalnya pohon Natal, bertukar hadiah, dan juga Sinterklas. Hal ini dilakukan selain untuk memeriahkan, juga untuk mempererat tali persaudaraan antar pemeluknya. Selain itu, juga bisa digunakan untuk bersenang-senang antara keluarga, teman, ataupun lingkungan sekitar.
Berbeda keyakinan bukan merupakan suatu keniscayaan, akan tetapi dengan adanya perbedaan keyakinan tersebut justru seharusnya bisa semakin mempererat tali persaudaraan antar sesama. Berbeda bukan berarti harus berjauhan, mestinya dengan perbedaan tersebut harusnya bisa saling bergandengan tangan demi mewujudkan perdamaian di negeri ini.
“Siagakan hatimu bagi kebaikan, pemaafan, kasih sayang, dan kelembutan kepada sesama manusia. Jangan pernah engkau bertindak kepada manusia seperti seekor binatang buas yang memuaskan diri dengan mencabik-cabik mangsanya. Sebab ada dua kategori manusia: yang saudara seiman denganmu, dan yang saudara sesama ciptaan Tuhan sepertimu.” Ali bin Ali Thalib
Seharusnya dengan adanya berbagai macam kepercayaan, baik yang diakui ataupun belum, bisa tetap merekatkan tali persaudaraan antar sesama. Jika bukan karena kemanusiaan, setidaknya saudara dalam satu bingkai NKRI. Karena sejatinya keutuhan dan keamanan negeri ini tidak bisa diwujudkan tanpa adanya sikap saling mengasihi antar sesama.
Karena sejatinya kemanusiaan itu hanya satu. Meskipun berbeda bangsa, asal usul, ras, agama, bahasa, adat istiadat, kemajuan, dan sikapnya. Semuanya tergabung dalam satu sebuah wadah besar, yaitu Indonesia.
Sudah sering kita menyaksikan berbagai macam konflik yang terjadi disebabkan karena perbedaan keyakinan. Salah satunya yang sering terjadi yaitu ketika ada sekelompok oknum yang mengatakan bahwa mengucapkan selamat hari Natal kepada saudara pemeluk agama Kristen adalah haram. Padahal pengucapan selamat tersebut hanya sebatas ungkapan atas kebahagiaan umat Kristian dalam menyambut kelahiran Yesus.
Sama halnya ketika kaum Muslimin menyambut Maulid Nabi. Di pelosok negeri manapun semua umat Muslim berlomba-lomba untuk merayakan hari kelahiran rasulullah. Begitu semangat dan antusiasnya mereka dalam menyiapkan kedatangannya, sehingga banyak pernak-pernik yang disediakan ketika akan mengadakan Maulid Nabi. Begitu juga dengan saudara kita yang berbeda keyakinan. Mereka akan menyiapkan semeriah mungkin, sebelum hari Natal tiba.
Saat ini yang sedang viral dan menjadi perbincangan adalah ketika MUI mengeluarkan fatwa bahwa umat muslim di Jawa Timur dilarang mengucapkan selamat Hari Natal, kecuali Wakil Presiden. Menurut MUI, mengucapkan selamat Natal kepada Umat Nasrani sama saja dengan memberi selamat atas kelahiran putera Tuhan. MUI menganggap bahwa mengucapkan selama hari Natal sudah masuk akidah seseorang, sehingga apabila ada seorang muslim mengucapkannya, maka hal itu dianggap akan merusak akidahnya sebagai orang muslim.
Persoalan mengucapkan selamat hari Natal hanya sebatas ucapan selamat. Ucapan itu tidaklah mungkin sampai ke ranah keyakinan, yang menyebabkan seseorang pindah agama. Maka saya kira, ketika ada seseorang mengucapkan selamat hari Natal kepada saudaranya yang berbeda keyakinan, bukan lantas kemudian ia akan pindah keyakinan menjadi agama Kristen. Ini hanya soal kemanusiaan, kepedulian terhadap sesama yang kebetulan mereka berbeda keyakinan dengan kita.
Ada satu hal yang lebih urgent tingkatannya dibandingkan dengan agama itu sendiri, yaitu kemanusiaan. Karena sejatinya sejak manusia lahir ke dunia ini, ia lebih dulu menjadi manusia ketimbang dengan memeluk agama. Maka sudah sewajarnya ketika ada saudara yang tidak seiman, kita turut memberinya ucapan selamat. Sama dengan ketika umat muslim merayakan Hari Raya Idul Fitri, kadang ada juga tetangga kita yang berlainan agama mengucapkan selamat.
Bahkan Sahabat Rasulullah SAW, Ali bin Ali Thalib pernah mengatakan, “Dia yang bukan saudaramu dalam iman adalah saudaramu dalam kemanusiaan.” Seharusnya dengan atas dasar kemanusiaan, persoalan yang setiap tahun terjadi ini selesai. Semua bergantung terhadap keimanan seseorang. Jika mereka mengucapkan hanya sekedar memberi ucapan selamat, maka hal itu sayarasa tidak akan mengubah keimanan seseorang itu.
Perbedaan bukanlah suatu alasan untuk memecah kesatuan dan kesatuan NKRI. Seperti yang termaktub dalam Pancasila sila ke-3 yang berbunyi “Persatuan Indonesia”, maka apapun kepercayaan yang dianut, selama ia berada dalam tanah Indonesia, maka dalam ranah kemanusiaan ia adalah saudara kita. Apapun yang terjadi, kemanusiaan haruslah tetap yang utama.
Selamat Hari Natal.
Tinggalkan Balasan