Penjual Es Teh Itu Adalah Kita Sekarang
Contents
Di umur berapa kamu tahu kalau jualan es teh adalah profesi? Postingan ini tidak dalam rangka menanggapi atau menandingi fenomena viral tempo hari. Tulisan sederhana ini hanya renungan akhir tahun yang bisa jadi akan menjadi titik balik. Ya siapa tahu, kan kita tidak ada yang tahu bakalan seperti apa. Andai saja penjual es teh yang viral itu adalah aku, masihkah kau mau menjadi temanku?
Menjamurnya Penjual Es Teh
Bicara tentang penjual es teh tentu sudah bukan hal asing. Mungkin saban hari kita selalu melihat orang jualan es teh. Bahkan dua tahun belakangan ini hampir setiap 10 meter kita jumpa dengan penjualan es teh. Es teh nusantara, es teh kota, es teh desa, es teh solo, es teh cekek, es teh wali, es teh mantan, es teh es teh lainnya. Banyam meruah, tinggal pilih. Seolah penjual es teh itu baru bangkit dari tidur panjang dan harus segera eksis. Nyata memang tidak bisa kita tolak, bisnis es teh ini lumayan menjanjikan dan selalu ada peminatnya dalam segala cuaca.
Jauh sebelum kita kenal es teh kekinian ini, sudah sering kita lihat penjual es teh di pinggir jalan dalam wujud angkringan, atau kantin-kantin yang selalu menyediakan dua menu minuman wajib: es teh dan jeruk. Jadi kalau tiba-tiba muncul es teh kekinian dengan aneka toping, rasa bahkan kemasan, ya itu yang dinamakan perkembangan zaman. Bisnis is bisnis. Selama ada konsumen, akan selalu ada produksi. Tepuk tangan buat mereka yang punya inovasi sekeren ini hingga menggiring bayangan bahwa es teh tidak melulu masuk plastik ditali. Era sudah berubah, es teh pun tidak kalah mentereng dengan kopi.
Berdagang Adalah Profesi Mulia
Kalau memang masih ada penjual es teh asongan yang kemana-mana nyunggi nampan, ya memang masih ada dan tidak usah gumun. Apalagi sampai bilang ketinggalan zaman. Penikmat es teh ini juga masih banyak. Lagian penjual yang seperti ini adalah penjual yang berani jemput bola. Alih-alih nunggu pembeli datang ke lapak, penjual jenis ini yang justru mendatangi pembeli. Biasanya sistem jualan seperti ini dipengaruhi juga oleh faktor acara. Kalau lagi pengajian, tontonan wayang atau konser atau sejenisnya, tentu saja penjual seperti ini paling banyak penikmatnya. Tanpa perlu beranjak takut tempat duduknya dipakai yang lain atau karena jaraknya jauh, mending beli di es teh keliling. Mana harganya tidak jauh beda pula.
Penjual Es teh ini adalah pedagang. Berdagang adalah salah satu pekerjaan untuk mencari nafkah. Berdagang tentu saja pekerjaan yang mulia. Bahkan Nabi juga seorang pedagang. Maka pantas viral dong jika pekerjaan mulia itu mendapat label kurang menyenangkan.
Penjual Es Teh itu Adalah Kita
Pada intinya siapa pun kita, kita sebenarnya adalah pedagang es teh itu. Kita adalah orang yang sedang berjuang untuk mencari nafkah. Mungkin cuma beda caranya. Pedagang Es teh mencari nafkah dengan dagang di tempat pengajian. Kita mencari nafkah dengan cara jadi budak corporate. Dia jualan es teh, kita jualan suara, hehe. Tidak apa-apa kawan, asalkan halal. Jangan sampai sudahlah gaji tidak seberapa eh pakai korupsi triliun. Jangan ya dek ya, jangan. Malu sama pedagang es teh.
Jualan es teh itu boleh. Yang enggak boleh itu jualan pakai maksa-maksa agar dibeli dagangannya. Kalau jualan ya niatkan ibadah untuk mencari nafkah menyambung hidup, dengan begitu akan lebih hati-hati. Tidak hanya mengambil untung tapi juga barokah. Kalau dapat perlakuan tidak menyenangkan maka itu ujian. Sekali lagi jualan es teh itu boleh, yang tidak boleh itu menghina dan ngata-ngatain orang lain. Ingat bukan bercanda kalau yang tertawa hanya satu pihak saja.
Tinggalkan Balasan