free page hit counter

Masih Mending Pemilihan Ketua OSIS Ketimbang Pilkades di Desa Saya!

Pilkades

Masih Mending Pemilihan Ketua OSIS Ketimbang Pilkades di Desa Saya!

6 Agustus 2023 adalah momen Pilkades atau Pemilihan Kepala Desa di dekat rumah saya. Bukan soal siapa yang menang atau kalah, tetapi saya udah kecewa sedari awal dengan prosesnya. Bagaimana tidak? Pemilihan pemimpin desa kok kualitasnya di bawah pemilihan ketua OSIS di SMA saya. Jadi gini, sejak awal masa kampanye itu para calon kades sepertinya memang enggak punya kapasitas buat jadi pemimpin deh. Pasalnya, mereka cuma berakhir dengan membentuk kubu-kubu yang hanya memecah belah masyarakat saja. Contohnya, di keluarga besar saya juga terpecah. Salah satu calon kades adalah keponakan paman saya, sementara calon lainnya adalah keponakan bibi saya. Alhasil, itu suara keluarga besar jadi rebutan, bikin suasana harmonis yang ada tadinya tiba-tiba lenyap entah kemana.

Mau heran, tapi ya ini realitasnya karena kurangnya pemahaman soal politik. Ya, boro-boro bicara sejarah atau filsafat politik, lha wong kepala desanya saja enggan untuk berdebat secara terbuka di depan masyarakat. Barangkali mereka hanya mencontoh para pemimpin di atasnya, hehehe. Maka, ya jangan tanya kalau di Balai Desa para calon pemimpin ini hanya sekadar membaca sepucuk surat berisi visi dan misi mereka. Jadi mana ada itu pertengkaran ide, sebab dinilainya tidak sopan atau menyalahi budaya timur, katanya.

Jujur saya miris sekali dengan kondisi ini, mau bagaimana lagi terlebih para panitia pemilihannya juga ya hanya berisi segelintir orang dekat dengan pejabat desa periode sebelumnya. Entah apa yang bisa diharapkan dari kualitas Pilkades semacam ini. Ujung-ujungnya, hanya ada money politic alias amplop yang bertebaran, bukannya ide. Pantesan dari dulu desa saya tidak pernah maju, jalan rusak saja dibiarkan hingga mau lebaran baru diperbaiki. Pembangunan jalan juga dilakukan bila itu menguntungkan para pejabat yang punya kandang ayam supaya kelak bisa dilalui oleh truk-truk angkut saja.

Hmm, apa lagi ya? Ah, pokoknya masih banyak dan ribet juga buat dijelaskan. Satu hal yang pasti mau saya sampaikan di sini ialah seharusnya setiap pemilihan politik seperti ini ya diadakan debat yang berkualitas lah. Ya, dari pemilihan kepala negara juga harus begitu sih, jangan hanya baca teks terus disorak-soraki gerombolan pendukungnya saja. Mana idenya? Itulah yang penting wahai para Bapak atau Ibu sekalian. Jangan egois hanya memikirkan untung-rugi dari politik! Ini bukan bisnis! Kalau mau bisnis jangan jadi pemimpin! Mending buka warung saja, toh juga bisa menghasilkan keuntungan. Kalau mau jadi pemimpin harus siap rugi tenaga, modal, dan pikiran. Bahkan aneh rasanya kalau habis jadi pemimpin malah harta kekayaannya meningkat. Harusnya jadi lebih miskin, dong. Soalnya yang namanya abdi itu ya melayani bahkan rela mati untuk kepentingan yang dipimpinnya.

Btw, saya di sini tidak hanya ingin menghujani kritik kepada para pejabat saja. Sebaliknya, masyarakat juga harus cerdas dalam politik. Enggak bisa kita memilih hanya berdasarkan garis keturunan. Kalau mau begitu ya enggak usah bikin negara Republik, jadi kerajaan aja sekalian. Kalau masih ada yang kepikiran milih karena alasan kedekatan atau hubungan, maka saran saya lebih baik pemilihan pemimpin diundi saja, enggak usah itu ada pemilihan langsung bikin ribet aja kalau ujung-ujungnya pemimpin yang terpilih zalim lantaran hanya mementingkan kepentingan kelompok yang dulu mendukungnya doang.

Ingat kata Bung Rocky Gerung, kalau memilih itu pilih idenya bukan orangnya. Jadi kita bisa menerapkan konsep cross cutting royalty seperti yang dipopulerkan oleh Emile Durkheim sejak abad 20 silam. Semoga saja masyarakat dan para pemimpin di negeri ini bisa lekas cerdas, baik secara pikiran maupun etis, biar Indonesia bisa mengejar ketertinggalan dari negara-negara lain yang sudah berpikir jauh hingga ke bulan bahkan galaksi lain, tidak hanya berhenti diperdebatan apakah kotak suara itu harus terbuat dari kardus atau logam.

Adios!

BACA JUGA: Cultural Reinforcement Sebagai Antiseptik Mimbar Radikal

Share this post

Comment (1)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *