free page hit counter

Peribahasa Jawa: Dawa Ususe, Jembar Segarane

Peribahasa Jawa: Dawa Ususe, Jembar Segarane

Contents

Peribahasa Jawa “dawa ususe, jembar segarane” menggambarkan karakter seseorang yang memiliki kesabaran dan kelapangan hati luar biasa. Dalam bahasa Indonesia, secara harfiah peribahasa ini dapat diterjemahkan sebagai “panjang ususnya, luas hatinya seluas samudra”. Namun, makna yang terkandung jauh lebih dalam daripada terjemahan literalnya. Peribahasa ini mengandung filosofi hidup yang mengajarkan pentingnya kesabaran dalam menghadapi berbagai tantangan serta kemampuan untuk tetap tenang dan damai meskipun situasi sulit.

Orang yang memiliki sifat “dawa ususe, jembar segarane” termasuk kedalam orang yang tidak mudah marah atau tersinggung. Mereka mampu menghadapi masalah dengan kepala dingin dan tidak tergesa-gesa dalam mengambil keputusan. Kesabaran adalah kunci utama dalam peribahasa ini, mengajarkan bahwa menghadapi kesulitan dengan tenang dan bijaksana akan membawa hasil yang lebih baik. Selain itu, kelapangan hati adalah kemampuan untuk memaafkan orang lain tanpa menyimpan dendam, meskipun telah berulang kali disakiti atau dikhianati.

Dalam kehidupan sehari-hari, seseorang yang menerapkan filosofi “dawa ususe, jembar segarane” akan selalu berusaha melihat sisi positif dari setiap permasalahan. Mereka tidak mudah menyerah dan terus berusaha mencari solusi terbaik. Sifat ini sangat penting dalam menjalin hubungan sosial yang harmonis, karena kemampuan untuk memaafkan dan melupakan kesalahan orang lain merupakan dasar dari hubungan yang sehat dan saling menghargai.

Dawa ususe jembar segarane

Oleh karena itu, peribahasa “dawa ususe, jembar segarane” tidak hanya sekadar ungkapan, tetapi juga cerminan dari nilai-nilai luhur yang harus dijunjung tinggi dalam kehidupan bermasyarakat. Dengan meneladani sifat ini, kita dapat menciptakan lingkungan yang lebih damai dan penuh pengertian.

Contoh Nyata Sifat Dawa Ususe, Jembar Segarane dalam Kehidupan Sehari-hari

Dalam kehidupan sehari-hari, peribahasa Jawa “dawa ususe, jembar segarane” sering kali tercermin dalam sikap orang tua terhadap anak-anaknya. Contoh nyata dari sifat ini dapat dilihat pada keluarga Bu Subar dan Pak Subar. Mereka adalah orang tua yang memiliki kesabaran dan ketabahan luar biasa dalam menghadapi kenakalan anak tunggal mereka, Pangisruh.

Pangisruh sering kali menimbulkan masalah di sekolah, mulai dari bolos hingga berkelahi dengan teman-temannya. Tidak jarang, ia juga harus berurusan dengan pihak kepolisian karena terlibat dalam perkelahian antar geng. Meskipun demikian, Bu Subar dan Pak Subar selalu menyediakan waktu, tenaga, dan biaya untuk menyelesaikan masalah-masalah yang dihadapi Pangisruh.

Sikap sabar dan penuh kasih sayang mereka sangat tampak dalam bagaimana mereka selalu memaafkan Pangisruh, meskipun sudah berkali-kali membuat masalah. Mereka tidak pernah menyerah dalam mendidik dan membimbing anak mereka ke jalan yang benar. Setiap kali Pangisruh melakukan kesalahan, mereka lebih memilih untuk memberikan nasihat dan bimbingan daripada hukuman yang keras.

Contoh sifat “dawa ususe, jembar segarane” ini menunjukkan betapa pentingnya kesabaran dan kasih sayang dalam mendidik anak. Bu Subar dan Pak Subar tidak hanya memberikan contoh nyata dari peribahasa Jawa ini. Tetapi juga mengajarkan kepada kita semua bahwa menghadapi masalah dengan sabar dan hati yang luas. Yang itu semua adalah kunci untuk membangun hubungan yang harmonis dalam keluarga. Dalam konteks ini, peribahasa “dawa ususe, jembar segarane” bukan hanya sekadar ungkapan, tetapi juga sebuah prinsip hidup yang sangat relevan dalam kehidupan sehari-hari.

Tantangan Bagi Orang yang Sabar dan Lapang Dada

Menjadi orang yang sabar dan lapang dada seperti yang tergambarkan dalam peribahasa Jawa “dawa ususe, jembar segarane” bukanlah suatu hal yang mudah. Sosok seperti Pak Subar dan Bu Subar harus menghadapi berbagai tantangan yang datang dari berbagai aspek kehidupan. Salah satu tantangan utama yang mereka hadapi adalah masalah keuangan. Kesulitan ekonomi kerap kali menjadi ujian berat yang membutuhkan kesabaran dan keteguhan hati. Mereka harus merelakan banyak waktu dan biaya untuk menyelesaikan berbagai permasalahan, terutama yang berkaitan dengan anak mereka, Pangisruh.

Tidak hanya itu, cibiran dan komentar negatif dari tetangga serta lingkungan sekitar juga menjadi ujian tersendiri. Ketika masyarakat sekitar tidak memahami atau bahkan salah mengartikan niat baik mereka, Pak Subar dan Bu Subar harus mampu menjaga ketenangan hati dan tetap bersikap bijak. Menanggapi komentar negatif dengan penuh kesabaran dan kelapangan hati adalah sebuah tantangan besar. Mereka memilih untuk tetap memaafkan dan tidak terpengaruh oleh hal-hal yang dapat merusak kedamaian batin mereka.

Setiap hari, mereka dihadapkan pada pilihan untuk tetap tenang dan tidak terbawa emosi. Kesabaran dalam menghadapi situasi sulit dan kemampuan untuk memaafkan menjadi kunci utama dalam menjalani hidup yang penuh tantangan. Dengan sikap yang penuh kesabaran dan kelapangan hati, Pak Subar dan Bu Subar telah menjadi contoh inspiratif bagi banyak orang. Mereka menunjukkan bahwa meskipun hidup penuh dengan rintangan, tetap ada kekuatan dalam kesabaran dan kelapangan hati, seperti yang terungkap dalam pitutur Jawa, “dawa ususe, jembar segarane.”

Pelajaran dari Peribahasa Dawa Ususe, Jembar Segarane

Peribahasa Jawa “dawa ususe, jembar segarane” memiliki makna yang mendalam tentang pentingnya kesabaran dan kelapangan hati dalam menghadapi berbagai masalah hidup. Melalui cerita Pak Subar dan Bu Subar, kita mendapatkan gambaran nyata bahwa kesabaran tidak hanya membawa ketenangan jiwa, tetapi juga menjadi solusi efektif dalam menyelesaikan masalah. Sifat sabar dan kemampuan untuk memaafkan berperan penting dalam menjaga keharmonisan hubungan, baik dalam keluarga maupun dalam lingkungan sosial.

Kisah Pak Subar dan Bu Subar menggambarkan bagaimana ketenangan dan kearifan dalam menghadapi cobaan hidup dapat menghindarkan kita dari konflik berkepanjangan. Dalam kehidupan sehari-hari, seringkali kita menghadapi situasi yang menguji batas kesabaran. Namun, dengan “dawa ususe, jembar segarane,” kita diajarkan untuk memperpanjang kesabaran dan meluaskan kelapangan hati. Sifat ini penting agar kita tidak terbebani oleh dendam dan kebencian, yang pada akhirnya hanya akan merugikan diri sendiri.

Pelajaran yang dapat kita ambil dari peribahasa ini sangat relevan dalam konteks kehidupan modern yang penuh dengan tekanan dan stres. Dalam hubungan keluarga, kesabaran dan kelapangan hati membantu menciptakan lingkungan yang harmonis dan penuh pengertian. Begitu pula dalam hubungan sosial, sifat sabar dan rela memaafkan memfasilitasi interaksi yang lebih damai dan produktif. Ungkapan “wong sing sareh atine sumeleh, wong kang sabar bakal subur”. Menekankan bahwa orang yang sabar akan selalu hidup tenang dan makmur. Pesan ini mengingatkan kita akan manfaat jangka panjang dari kesabaran dalam mencapai kehidupan yang harmonis dan sejahtera.

Share this post

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *