Rumah Impian Apakah Hanya Sebatas Mimpi?
Ramai-ramai perkara Tapera ini otomatis membuat kita (para lajang yang masih nebeng orang tua) makin galau menghadapi dunia. Kerja rodi saban hari belum juga mampu membangun rumah impian dan tiba-tiba ada peraturan yang begitu membagongkan. Agak lain memang kalau perkara rumah impian menjadi urusan negara. Jangan-jangan habis ini muncul lagi aturan baru perkara potongan gaji untuk persiapan pernikahan. Mari tertawa sebelum tertawa dilarang.
Terkesan buru-buru pula kurang analisa lapangan untuk sebuah keputusan yang bahkan langsung membuat heboh negara. Tanpa angin tanpa hujan, tiba-tiba lahir peraturan yang bikin meringis.
Rumah Impian Bagi Pekerja Serabutan
Sebagai seorang yang bukan budak perusahaan alias hanya mahkluk serabutan, saya ini juga berharap suatu hari punya negara sendiri (baca: berkeluarga lengkap dengan punya rumah sendiri). Tentu saja persiapan untuk menuju kemerdekaan itu cukup panjang dan pelik. Dari sekian banyak transferan masuk, sebisa mungkin masuk ke pos persiapan mendirikan negara. Sudah tidak perlu pakai aturan sah pemerintah, kami juga sudah sadar harus nyelengi. Ya meski kadang kala celengan itu harus jebol karena kebutuhan mendesak lainnya. Rumah impian memang harapan, tapi kalau keadaan belum memungkinkan mau bagaimana lagi?
Justru agak aneh jika pemerintah ikut campur masalah rumah impian ini. Harusnya tidak perlu ikut campur, cukup memberi kesejahteraan saja pada rakyatnya. Buat apa aturan-aturan kalau toh ujungnya justru membagongkan. Sudah lihat hitung-hitungan dari netizen terkait potongan gaji untuk tapera? Nah, tidak realistis sekali. Berapa sih yang bakal terkumpul untuk durasi kerja 30 tahun? Gak masuk akal untuk mendirikan rumah impian. Belum lagi kalau ternyata proyek ini hanya untuk jajahan koruptor.
Kita masih belum hilang ingatan, bukan? Timah, jiwasraya, pertamina, taspen, dan lain lain dan lain lain. Sudahlah hafal, saking hafalnya wajib waspada bahkan sejak tahun-tahun sebelumnya.
Menabung Itu Kebutuhan Tersier
Sudah benar nabung sendiri saja. Jika duitnya berkurang paling juga kelihatan siapa yang jadi koruptornya, diri sendiri paling banter. Nabung sendiri juga bisa kita atur sendiri mau masuk berapa, mau ambil kapan, mau buat apa. Santai. Uang juga uang hasil kerja sendiri bukan nyolong milik rakyat.
Mau dibahas seperti apa, kebijakan Tapera ini masih belum masuk akal bagi saya. Sudahlah harga-harga kebutuhan makin hari makin meroket. Tapi pendapatan masih santai di situ-situ saja, seolah enggan menaikkan diri. Andai saja pemerintah lebih fokus untuk mengurus kesenjangan sosial dan pemerataan ekonomi dibanding ngurusin rumah impian, mungkin masih ada harapan.
Mau bagaimana lagi, mari kita tetap kuat menjalani hari. Karena bukan orang lain yang merubah nasib kita melainkan diri kita sendiri.
Tinggalkan Balasan