free page hit counter

Sebuah Refleksi di Tahun Pandemi

Refleksi Pandemi

Sebuah Refleksi di Tahun Pandemi

Contents

Tulisan ini merupakan sebuah refleksi di tahun pandemi yang tidak kunjung usai hingga kini. Lalu bagaimana kita harus menyikapinya?

“Kehidupan bukan bergerak dari waktu ke waktu, melainkan dari suasana ke suasana.” Demikian hidup dalam tesmak seorang Zen Rs salah satu esais tersohor yang secara kebetulan kita miliki saat ini. Orang pada umumnya menganggap bahwa hidup berjalan dari waktu ke waktu, tetapi lupa apa yang sejatinya ada dalam tubuh waktu. Suasana, kejadian, sedih dan gembira, semua ada. Sudah menjadi konsensus umum bahwa hidup memang selalu berputar dan berjalan dari waktu ke waktu. Tetapi ihwal yang lebih penting dari waktu adalah suasana. Keadaan yang justru membuat waktu terasa penting. Serta, mengkontruksi bahwa apa yang terjadi sepanjang perjalan waktu tidak lain harus dinikmati setelah melakukan sebuah usaha untuk menaklukkan.


Kematian adalah bagian dari waktu, orang-orang meninggal selalu dicap sebagai orang yang sudah kehabisan waktu hidup di dunia. Itu tidak salah, memang secara implisit kematian merupakan markah dari adanya waktu. Kematian adalah suasana, ia bisa membangun perasaan seseorang dan merekonstruksi. Ada banyak hal yang sejatinya lebih penting dari waktu, meski hal tersebut masih menjadi bagian dari waktu. Pandemi juga salah satu bagian darinya, yang dalam kacamata medis banyak membuat orang kewalahan dan mengakhiri hidup lebih awal.


Zaman-zaman awal, kematian memang dimaknai demikian. Ia juga diartikan sebagai kehendak yang Kuasa untuk mencabut nyawa makhluk. Tetapi setelah revolusi ilmu pengetahuan, semua itu perlahan berubah. Kecanggihan metode sains menjawab musabab kematian yang diklaim sebagai kejadian metafisik. Ilmu pengetahuan menjabarkan dengan sangat cerdik perihal kematian. Bagi para ahli ilmu pengetahuan, kematian tidak hanya sebatas takdir yang Maha Kuasa, lebih dari itu terdapat sebuah kesalahan teknis dalam tubuh manusia. Semisal, jantung yang berhenti memompa darah, kanker yang menyebabkan kerusakan pada liver dan sebagainya. Hal tersebut juga yang menuntuk para ilmuwan untuk memcahkan.

Relevansi Pemikiran Yuval Noah Harari dengan Refleksi di Tahun Pandemi

Photo via: goodreads


Dalam persepektif Yuval Noah Harari, salah seorang sejarawan Israel dan penulis buku “Sapiens”, bahwa setiap permasalah teknis mempunyai semacam solusi. Dan solusi tersebut yang harus dicari sama-sama dalam menanggulangi kesalahan teknis dalam usaha melawan kematian. Dalam pandangannya, kita tidak sedang menunggu Kristus yang kedua kali untuk bisa melawan problem kematian. Artinya, berbagai macam usaha memang harus dilakukan guna mencegah hal-hal yang tidak diinginkan. Barangkali memang sulit menerima bahwa manusia bisa hidup sepanjang waktu, paling tidak bisa diterima bahwa masa hidup sedikit bisa diperpanjang. Dengan usaha-usaha dan solusi yang telah ditawarkan ilmuwan.


Sementara sejak bulan April tahun lalu wabah korona telah menghantui banyak orang. Terlepas dari kelas sosial, sebab wabah ini memang tidak pernah pandang pilih. Orang-orang elit pun tidak luput dari sasaran wabah ini, bahkan orang di akar rumput juga kena getahnya. Sudah kita mafhum bahwa korona memang terlalu berbahaya, hal tersebut adalah bagian dari waktu dan suasana—sebagaimana saya sebut di atas. Kematian seolah-olah dibawa oleh wabah ini yang konon pertama kali berkembang biak di Tiongkok hingga sampai ke Indonesia. Terlepas dari orang yang skeptis terhadap wabah ini dan masih menyepelekan simpulan dari para ilmuawan, dalam hal ini ahli medis.

Sangat disayangkan ketika orang-orang besar dan berpengaruh yang justru menjadi dalang dalam menyebar paham skeptisisme ihwal korona. Ditambah lagi penafsiran pemuka agama terhadap kehendak Tuhan yang cenderung destruksif dan merusak pandangan masyarakat kebanyakan. Di awal-awal—ketika mendapat himbauan menjaga jarak dan mematuhi protokol kesehatan—justru dilawan dengan kehendak atas nama Tuhan. Dalam pandangan mereka, kuasa Tuhan di atas segala-galanya dan manusia hanya dituntut untuk pasrah. Ini adalah semacam kesalahan berpikir, bagaimana pun usaha untuk mengatasi persoalan (samacam wabah) juga merupakan anjuran dalam khazanah agama.

Optimisme dan Upaya Bersama Harus Tetap Diutamakan untuk Mengatasi Pandemi yang Tak Kunjung Usai

Refelksi Tahun Pandemi


Hari-hari yang diselimuti pandemi justru harus sebisa mungkin ditaklukkan. Berbagai usaha yang telah dilakukan oleh pihak yang berwajib juga harus dipatuhi. Protokol kesehatan yang sejak awal selalu digembor-gemborkan tidaklah kemudian ditinggalkan dan dilanggar. Hal-hal tersebut adalah bagian usaha dari pemulihan. Dampak dari wabah ini yang hingga kini masih terus berlanjut dengan kasus baru yang setiap hari di atas sepuluh ribu. Sudah banyak kegiatan dan pekerjaan yang harus dengan berat hati ditinggalkan demi keselamatan nyawa bersama. Berbagai lapisan dalam masyarakat seperti mengalami masa transisi yang besar-besaran.


Masalah ekonomi juga menjadi persoalan yang serius. Banyak pekerjaan yang tidak efektif disebabkan oleh wabah yang beringas ini. Akhirnya, krisis keuangan bisa menimpa siapa saja tanpa terkecuali. Untuk membuat hal pulih seperti semula masih dibutuhkan waktu yang tidak sebentar. Sudah hampir setahun kita cedera, maka untuk bangkit harus dilatih sedikit demi sedikit. Langkah pemerintah dalam vaksinasi juga merupakan bagian yang tepat. Meski banyak orang yang menentang ihwal vaksin, tetapi mereka tidak melakukan pengkajian dan pembuktian secara utuh. Artinya, mereka hanya berbicara dari kekosongan dan hasilnya nonsense.

Jiwa Manusia Sebagai Prioritas Utama Kehidupan


Keselamatan nyawa memang di atas segala-galanya, untuk mencari solusi yang ideal memang harus segera dilaksanakan. Utamanya bagi orang yang sudah lama meninggalkan pekerjaan dan dilanda krisis ekonomi yang tiada habisnya. Keselamatan jiwa memang tetap menjadi yang primer, tanpa tergantikan sama sekali. Akhirnya, yang harus dilakukan adalah kepatuhan para pekerja untuk menaati segala yang telah diwacanakan dan dihimbaukan pemerintah, lebih-lebih tenaga medis. Di masa yang serba sulit seperti ini, kita butuh persatuan dan kekompakan untuk mengatasi segalanya. Ketika perpecahakan terus menguasai diri kita masing-masing, maka problem ini tidak akan pernah selesai. Semakin lama pula ekonomi kita cedera dan satu-persatu nyawa dan kematian datang bergantian.

BACA JUGA: CERITA UNIK STATUS AGAMA PADA KTP

Konklusi dramatiknya, bahwa keselamatan memang hal yang paling penting. Serta, kebutuhan untuk bertahan hidup dan keluar dari cengkeraman krisis ekonomi merupakan dorongan di sisi lain. Keduanya adalah hal-hal yang sama-sama mendapat perhatian. Maka, saran-saran serta anjuran yang telah ditetapkan pemerintah merupakan satu-satunya cara yang kita punya untuk mengatasi pandemi ini.

Share this post

Comments (2)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *