free page hit counter

Benarkah Sekolah Damai sebagai Alternatif?

Sekolah Damai

Benarkah Sekolah Damai sebagai Alternatif?

Contents

Pada Rapat Kerja Nasional (Rakernas) Badan Nasional Penanggulan Terorisme (BNPT), salah satu pembahasannya adalah Sekolah Damai. Ini merupakan satu di antara tujuh program prioritas dari BNPT. Selanjutnya, dalam Term of Reference Sekolah Damai untuk Duta Damai Yogyakarta, saya mengambil satu kesimpulan penting. Tidak lain bahwa Sekolah Damai terbentuk untuk menanggulangi kekerasan, pelecehan, hingga diskriminasi di koridor sekolah. 

Beberapa Catatan Kritis

Ada beberapa hal yang hendak saya utarakan terkait dengan rencana program ini. Pertama, kita tidak bisa membantah bahwa sekolah memang menjadi lahan subur tumbuhnya kekerasan, pelecehan dan diskriminasi. Sudah banyak kasus yang dapat menjabarkan kesimpulan tersebut. Dengan demikian, keberadaan Sekolah Damai ini menjadi angin segar tersendiri tentunya. Hal ini tidak terbantahkan oleh siapa saja.

Kedua, Sekolah Damai yang rencana akan berlangsung selama tiga hari sejatinya tidak cukup. Mengapa saya katakana demikian? Kita harus jujur kepada diri sendiri bahwa kekerasan, pelecehan dan diskriminasi bukan sesuatu yang baru di lingkungan sekolah. Tindakan tersebut tidak terbentuk dalam semalam. Artinya, ada hal yang lebih urgen lagi yang perlu untuk kita perbaiki berjamaah.

Ketiga, hal yang paling penting adalah tindak lanjut dari program ini. Rasa-rasanya tidak cukup manakala program tersebut hanya berhenti di hari pelaksanaan saja. Harus terdapat tindakan/ realisasi yang konkret. Hal ini juga sebagai tolok ukur apakah program ini efektif untuk menumbuhkan keamanan di lingkungan sekolah atau tidak.

Pendidikan Antikekerasan dan Diskriminasi

Saya sangat sepakat bahwa program BNPT ini menjadi alternatif untuk menyuarakan pendidikan yang antikekerasan dan diskriminasi. Namun, catatan-catatan lain terkait dengan kultur pendidikan harus mendapat perhatian. Saya kira, apa yang menyebabkan terjadinya kekerasan, pelecehan, hingga diskriminasi adalah kerbedaan kurikulum kita. Sebagai alternatif tambahan, tidak salah rasanya apabila pelajaran Sekolah Damai dapat menjadi kurikulum.

Kendati demikian, saya sadar bahwa hal tersebut susah atau bahkan keluar dari lingkup kerja BNPT. Maksud saya adalah, program ini sebagai alternatif memang tidak bisa dipungkiri akan kemanfaatannya. Sebagaimana juga tidak bisa kita pungkiri bahwa hal tersebut mungkin belum bisa efektif. Kelihatannya memang sangat pesimis. Pertanyaan saya, siapa yang tidak pesimis kepada program yang hanya berlangsung beberapa hari untuk merombak kultur yang mengakar?

Sekolah Damai Bukan Segalanya

Akui saja, kekerasan, pelecehan, hingga diskriminasi adalah kultur yang melekat. Untuk mengubahnya adalah dengan menciptakan kultur baru yang kontinu, tentu tidak sebentar. Sebagai kesimpulan, saya tidak menafikan kebutuhan akan program ini. Pada saat yang sama, saya meyakini bahwa program ini bukan pilihan paling paripurna untuk menjegal kekerasan dan pelecehan di sekolah. Ada banyak tindakan lain yang bisa kita pikirkan bersama.

 Akhirulkalam, perlu kiranya memperhatikan masalah dengan lebih luas, tidak secara parsial. Dengan demikian, pemecahan masalahnya juga dilakukan dengan skala besar-besaran. Tentunya, perubahan yang tidak bisa dilakukan sehari dua hari.  

Share this post

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *