Dunia Terlahir Kembali Pasca Pandemi Covid-19
Umat manusia saat ini tengah merasakan krisis global melalui salah satu elemen dunia yaitu Covid-19. Berbagai macam persoalan hidup seakan timbul secara serentak tidak hanya melulu perihal kesehatan. Angka kasus positif Covid-19 yang terus meningkat setiap harinya juga semakin membuat kita gelisah bahkan tanpa disadari. Berbagai inisiatif manusia yang spontan pun muncul ke berbagai permukaan media. Seruan untuk #dirumahaja #workfromhome dan sebagainya merupakan upaya untuk mencegah penyebaran Covid-19 sekaligus reaksi kemanusiaan kita terhadap krisis yang tengah dialami.
Selama menjalani karantina mandiri, kita semakin lama pun akan merasakan kejenuhan. Adanya gempuran informasi yang semakin mengkhawatirkan setiap harinya seakan dunia hendak mencapai batasnya. Sehari tanpa obrolan senja dengan secangkir kopi bersama kawan-kawan tampaknya semakin menambah rasa rindu terhadap kebebasan yang selama ini kita keluhkan. Beberapa kawan pun mulai mengeluhkan kondisi kejenuhannya, bahkan mereka mengakui bahwa keadaan tanpa kepastian ini mulai menganggu kesehatan mentalnya.
Jalanan tiba-tiba sepi tak seramai biasanya. Kemanakah manusia yang selama ini telah menguasai bumi? Mungkin mereka sedang bosan berdiam diri di rumahnya. Mereka mulai menganggap setiap hari rasanya monoton, tidak berwarna. Tetapi setidaknya beberapa dari kita masih bisa berkumpul bersama keluarga di tengah kondisi ini. Lalu bagaimana dengan mereka yang terjebak disana? Tanpa sepeser pun uang untuk dibelikan makanan.
Covid-19 meskipun tidak ada satupun yang mengharapkan kehadirannya namun kemunculannya sudah cukup untuk melahirkan beberapa pertanyaan menarik. “Bagaimana rasanya hidup di karantina? Hidup di tengah ancaman yang mengintai setiap saat? Apakah nikmat? Tentu saja tidak. Manusia butuh teman, tampaknya sangat sulit menjalani hari tanpa berjumpa dengan teman. Beberapa kawanku sudah kau renggut nyawanya, sesungguhnya makhluk apa kau ini?”.
Masih perlukah kita mengkambing hitamkan entitas bernama Covid-19 ini? meskipun kehadirannya tidak diharapkan tapi dia tidak rasis apalagi intoleran. Covid-19 tidak pernah mengenal identitas-identitas tersebut, bahkan dia secara adil menghampiri kita tanpa pandang bulu. Kehadirannya juga justru disambut baik oleh kicauan burung-burung gereja yang selama ini sesak nafas akibat polusi udara yang dihasilkan oleh aktivitas manusia. Beberapa ubur-ubur bahkan lumba-lumba juga mulai nyaman bermain di tepi pantai. Bahkan di Jepang beberapa rusa hutan pun leluasa menjelajahi kota Tokyo yang biasanya penuh sesak oleh jutaan manusia. Masih pantaskah kita salahkan Covid-19 atas semua kejadian ini? sementara itu dunia justru telah menyambutnya dengan suka cita?
Kesibukan, ketakutan, kecemasan manusia telah mengevolusi manusia menjadi lebih buas daripada hewan buas. Bahkan lebih rakus daripada seekor babi. Manusia tidak pernah puas mengisi perutnya dengan penderitaan makhluk hidup lainnya. Manusia selama ini telah menari-nari di atas bumi yang terinjak-injak olehnya, tanpa mereka sadari penderitaannya.
Lalu sampai kapan penderitaan ini akan berakhir? Sampai manusia sadar akan kemanusiaannya. Esensi dirinya ada sebagai bagian dari dunia ini. Keadaan dimana manusia ada sebagai dunia itu sendiri. Maka akan muncul hari dimana tidak ada satupun konflik yang tidak dapat diselesaikan secara damai. Hari dimana manusia, hewan, tumbuhan, dan alam hidup secara berdampingan, setara, terlepas dari berbagai ancaman tanpa menghilangkan segala identitas keberagaman yang ada. Aku sebagai manusia, kamu sebagai tumbuhan, kamu sebagai hewan, kamu sebagai alam, dan kamu sebagai manusia yang lain kita putuskan mulai hari ini bahwa kita adalah sama-sama keluarga dalam rumah yang kita sebut sebagai dunia.
Tinggalkan Balasan