free page hit counter

Media Sosial dan Kesehatan Mental

Media Sosial dan Kesehatan Mental

Rasa-rasanya tidak ada yang bisa membantah ihwal keagungan sosial media. Keagungan yang saya maksud di sini ialah bagaimana sosial media memberikan banyak perubahan dalam hidup. Ia menjadi penyambung lidah paling cepat dari satu teritori ke teritori lainnya. Sayangnya, di balik keagungan tersebut ada luka borok yang selama ini tertutupi.

Dengan kata lain, di balik keagungan sosial media tersebut, ada persoalan mendasar yang turut ia bawa. Barangkali, persoalan dasar ini sudah kita sadari bersama, namun tidak sepenuhnya terselesaikan. Karenanya, saya termasuk orang yang percaya bahwa sosial media tak ubahnya pisau dapur. Sewaktu-waktu ia bisa menjadi perantara masakan lezat, di lain waktu mungkin bisa menghabisi nyawa manusia. Tergantung siapa yang menggunakannya.

Hari ini, ketika isu kesehatan mental semakin mendapat perhatian serius, mestinya demikian pula terhadap sosial media. Sadar atau tidak, dua hal ini mempunyai kelindan erat atau bahkan tak terpisahkan. Jika tidak seluruhnya, namun sebagian besar persoalan mental kita bersumber dari sosial media. Maujud inilah yang membentuk perilaku kita, cara kita bertindak dan berpikir sehari-hari.

Kesehatan Mental dan Media Sosial

Saya mengibaratkan sosial media sebagai riasan muka yang menutupi banyak kekurangan. Apa yang kita lihat di sosial media adalah bagian-bagian yang menyenangan dan sedikit yang membuat tidak senang. Sebagai contoh, postingan artis yang jalan-jalan ke luar negeri, unggahan kerabat yang setiap hari makan enak. Pada saat yang sama, mereka banyak menyembunyikan sisi-sisi tidak menyenangkan dari kehidupnnya.

Apa dampak terbesar dari kejadian tersebut? Perasaan minder yang menghampiri kita dan menganggap bahwa hidup orang lain enak-enak saja. Padahal, memang demikian sejatinya sosial media menampilkan adegan baiknya saja. Lagian siapa yang mau mengunggah bagian tidak menyenangkan dalam hidup? Kalaupun ada toh ujung-ujungnya juga menampilkan bagian enaknya juga.

Dari realitas sosial media yang semacam itu, kita kemudian terlecut untuk seperti mereka. Seolah-olah kita sedang berlomba di sosial media untuk kemudian menampilkan potongan terbaik dari perjalanan hidup kita. Tepat di titik inilah, persoalan mental menemukan momentumnya. Tepat ketika seseorang membandingkan diri sendiri denga napa yang muncul di media sosial.

Lingkaran Setan Sosial Media

Jika Anda mempunyai persoalan dengan kesehatan mental Anda, sebaiknya periksa dulu berapa media sosial yang dipunyai. Jangan-jangan Anda termasuk pengguna semua sosial media. Mulai dari Twitter, Facebook, Instagram, bahkan sampai Tiktok. Saya tidak sedang menyalahkan itu semua. Namun, percaya atau tidak media sosial tersebut memberikan peran yang siginifikan terhadap kesehatan mental.

Perasaan tidak berguna, insecure, merasa tidak berbuat apa-apa, lahir dari mata kita yang senantiasa melihat orang berkatifitas di sosial media. Kita merasa bahwa orang-orang nampak rajin dan produktif. Demikian juga mereka merasa bahwa orang lain lebih produktif dan sudah berbuat banyak. Demikian seterusnya membentuk hingga membentuk lingkaran setan sosial media.

Share this post

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *