Merencanakan Konten Sosial Media
Jika ditanya, apa yang paling identik dengan kamu (anak muda), maka saya yakin jawabannya tidak jauh-jauh dari seputar sosial media. Instagram, Facebook, Twitter, Tik Tok, YouTube, dan lain sebagainya.
Facebook adalah media sosial yang paling gampang dipelajari pula menyentuh seluruh lapisan masyarakat, mulai dari anak kecil sampai kakek nenek, dari kaum perkampungan sampai urban. Hanya saja daya tariknya semakin hari semakin melemah sejak kehadiran Instagram. Meski begitu bukan berarti Facebook sudah tidak digemari. Indonesia masih tercatat sebagai pengguna aplikasi Facebook dengan jumlah besar.
Twitter dulu sempat booming, namun perlahan goyah dan akhirnya setelah peremajaan kini dia eksis kembali. Penggunanya berbondong ‘pulang kampung’, Twitter jadi satu media yang kembali digandrungi banyak orang. Apa yang ingin diviralkan akan lebih cepat tersiar lewat Twitter dibanding media lain.
Instagram dan tik tok, kurang begitu familiar untuk mereka yang berada di ‘pinggiran’. Dua aplikasi ini memang dikenal cukup berkelas. Bahkan tidak jarang dijuluki ‘tempat untuk pansos’. Etalase pamer. Diam-diam banyak yang kurang percaya diri untuk mengisi Instagram karena dirasa tidak menarik, tidak berkelas atau dianggap tidak menjual.
Padahal sama dengan media sosial yang lain, baik instagram mau pun tik tok adalah media untuk berekspresi dan saling sapa. Meski tidak bisa dihindari, semua media sosial juga bisa jadi alasan sebuah konflik.
Kunci dari sosial media tentu saja konten. Apa pun aplikasinya, yang kita posting di situ disebut konten. Yang perlu digaris bawahi, konten yang kita buat itu apakah konten baik, positif dan berkualitas atau justru sebaliknya?
Tidak jarang, niat kita baik menciptakan konten tapi ditanggapi berbeda oleh netizen.
Semalam di kelas online sosial media, saya mencatat beberapa hal berkaitan dengan konten. Semua anggota kelas online setuju bahwa konten baik, positif dan berkualitas sangatlah penting. Tidak sedikit yang berpendapat bahwa konten menjadi salah satu gerbang untuk bertemu patner/ klien. Sebagian yang lain beranggapan konten yang dishare di media sosial adalah citra dari si pemilik akun. Konten di sosial media menjadi satu identitas bagi seseorang.
Personal branding seseorang bisa dibangun melalui unggahan konten di sosial media. Saya sepakat dengan ini.
Baik itu sosial media pribadi mau pun sosial media komunitas/ instansi. Tidak jarang sebelum berkenalan atau memulai kerjasama, kita saling cek sosial media yang bersangkutan.
Era influencer dimulai dari semenarik dan sekuat apa media sosial seseorang. Brand tidak akan dengan ceroboh asal memilih akun untuk jadi mitranya dalam memasarkan produk.
Kadang kala akun kita tidak terpilih bukan karena postingannya yang buruk atau kurang menarik. Namun lebih kepada kita yang belum punya ciri khusus.
Ada beberapa hal yang sudah saya catat tentang bagaimana menciptakan konten yang menarik perhatian khalayak. Hal-hal dasar ini bisa dipraktikkan jika kita memang ingin menjadikan sosial media sebagai satu wadah identitas diri.
Kunci konten yang baik adalah konten yang direncanakan, begitu menurut Kak Wardah selaku social media associate CFDS.
Berikut hal apa saja yang harus diperhatikan dalam menciptakan perencanaan konten, yaitu: menentukan bahasan media sosial, menentukan tujuan dari media sosial, dan terakhir mengenal media sosial yang ingin dipakai.
Persis seperti yang tertulis di awal postingan ini, bahwa sosial media baik itu Twitter, Facebook, Instagram, tik tok dan lain sebagainya, adalah punya karakter sendiri-sendiri.
Jika kita sudah tahu media apa yang dipakai, untuk apa konten itu dibuat pula tema apa yang kita ambil, maka akan mudah untuk membuat kontennya.
Setelahnya baru kita promosikan hasil karya kita.
Bagaimana caranya? Next time akan ada postingan lanjutan di website ini.
Tinggalkan Balasan