Pribumisasi Islam Bentuk Moderasi Agama dalam Keberagaman
Tak bisa dipungkiri kekayaan akan keberagaman tidak selalu diterima oleh beberapa kalangan. Terutama yang menganggap perdamaian hanya bisa tercipta jika semua selaras dan seragam (homogen). Prof. Al Makin membuat analogi tentang keberagaman “ Saat kita bisa mengakui dan menerima bahwa Dendeng Aceh itu nikmat, Soto Makassar itu lezat dan Nasi Padang itu luar biasa enak. Begitu pula dalam konteks sosial keagamaan, dimana kita harus bisa menerima berbagai keyakinan dan pandangan yang berbeda tentang agama “ hal tersebut disampaikan pada saat menjadi Keynote Speaker pada Webinar Kebangsaan yang diadakan oleh DEMA FISHUM UIN Sunan Kalijaga. Analogi tersebut tentu sangat menarik. Yang perlu digarisbawahi adalah konteks sosial dalam keagamaan. Dimana hal tersebut menyangkut interaksi antar manusia dan lingkungan. Sehingga sama sekali tidak mengubah hukum dan syariat agama yang sangat fundamental. Banyak orang yang dengan mudah menjadi agamis, namun bukankah perihal keyakinan adalah tergantung bagaimana kita kepada Tuhan? Lalu sebenarnya apakah wujud Islam Keberagaman itu?
Pribumisasi Islam merupakan pemikiran luar biasa dari Gus Dur, bukan tanpa alasan pemikiran tersebut masih dipakai hingga sekarang. Agama sudah tidak lagi menjadi suatu nilai yang utuh, namun banyak intervensi dari beberapa pihak dengan mengatasnamakan kebenaran yang kaffah. Bagaimana tidak saat Islam masih berkiblat pada negara Timur Tengah dari segi kultur dan konteks sosial.
Dinamisasi Islam Sebagai Wujud Keberagaman
Padahal Islam adalah agama yang dinamis dan tentu rahmat bagi seluruh alam, lalu apakah semua harus seragam dan berkiblat pada Arab? Tentu tidak, yang dimaksud Pribumisasi Islam disini adalah menjaga nilai-nilai kebudayaan bangsa dengan tidak menyalahi hukum dan syariat Islam. Islam adalah agama, namun agama dalam suatu negara adalah kebudayaan, sehingga bagaimana pelaksanaan konteks sosial dalam beragama tergantung bagaimana keadaan negara tersebut.
Konsep Pribumisasi Islam tentu sangat cocok diterapkan di Indonesia, mengingat Indonesia merupakan salah satu negara dengan kekayaan dan keberagaman yang sangat luar biasa. Sehingga Indonesia dapat memiliki kekhasan yang berbeda dengan negara lain. Tak hanya itu konsep ini juga mengajarkan tentang pentingnya toleransi dan menghargai perbedaan. Karena tentu agama yang baik adalah agama yang memberi rahmat dan kedamaian bagi sesama dan lingkungan. Jika agama tidak membawa hal tersebut, maka itu bukan salah dari agamanya, namun dari siapa yang membawa beserta kepentingan didalamnya. Keberagaman merupakan sunnatullah dimana kita harus mengakui secara sadar.
BACA JUGA: Jisoo Skandal Kasus Bullying
Terkadang sebagai manusia kita terlalu egois, dimana kita hanya ingin mendengar sesuatu yang kita ingin dengar dan menutup telinga dengan keberagaman presepsi. Hanya beribadah dan acuh terhadap sekitar merupakan hal yang egois, kita sering menyalahkan namun kita lupa bahwa semua pasti ada sesuatu yang mendasari. Seyogyanya kita harus belajar menjadi sebenar-benarnya manusia, saat kita memiliki kesadaran tersebut tentu kita akan dapat meminimalisir intoleransi. Melalui moderasi beragama diharapkan kita dapat menciptakan perdamaian dan menjaga toleransi terutama dalam keragaman beragama.
Comments (2)
“kita sering menyalahkan namun kita lupa bahwa semua pasti ada sesuatu yang mendasari.” Btw ini saya pribadi setuju dengan argumen ini karena seringkali kita memulai seseorang secara mentah hanya karena kemalasan kita untuk berpikir dan mengenal.
[…] teguh bahwa Islam Indonesia memang berbeda dengan Islam lain. Kubu yang lain beranggapan bahwa Islam murni sebagaimana Islam yang telah tumbuh di tanah Arab. Namun, penulis tidak terlalu tajam masuk […]