Naik Gunung Bukan Budaya Kita
Contents
Naik Gunung Bukan Sekadar Gaya
Pekan lalu saya memutuskan untuk melakukan pendakian. Banyak yang melarang, banyak pula yang penasaran bagaimana bisa seorang mageran memutuskan naik gunung. Naik Gunung bukan budaya kaum mager. Dari sekian banyak komentar saya lebih tertarik kepada mereka yang peduli. Banyak yang tidak tahu kalau ini adalah pendakian saya yang ketiga. Pertama ke Gunung Merbabu, kedua ke Kawah Ijen dan ketiga pertengahan Desember ini ke Gunung Sumbing. Tidak perlu penasaran sampai puncak atau tidak. Karena jawabannya sudah pasti tidak. Tentu saja ada alasan kenapa tidak summit, salah satunya karena cuaca. Faktor alam satu ini memang siapa yang bisa menduga, bahkan ramalan BMKG aja masih suka meleset.
Meski sudah tiga kali pendakian, status saya adalah amatir bahkan dibilang keong. Ketika yang lain bisa finish 10 jam, saya justru setiap 10 langkah berhenti, akhirnya bisa menghabiskan waktu dua kali dari yang lain. Puncak memang tujuan tapi keselamatan adalah prioritas utama.
Naik gunung bagi sebagian orang adalah hobi yang melelahkan. Memang benar, ketika banyak orang memilih tidur di rumah yang hangat, para pendaki memilih untuk menantang alam dengan cara menaikinya satu langkah demi langkah.
Ketika pertanyaan muncul, buat apa naik gunung? Maka kita akan menemukan jawaban yang beragam. Naik gunung selain harus punya nyali besar juga haruslah sadar tujuan. Pendaki yang sudah menetapkan gunung sebagai sahabatnya akan menjawab bahwa naik gunung seperti menjalankan sebuah ibadah wajib. Semacam jalan spiritual yang hanya orang-orang yang menjalankannya saja yang paham.
Melangsir dari penjelajah.com banyak alasan kenapa banyak orang memilih hobi naik gunung. Alasan-alasan itu sebagai berikut:
Naik Gunung adalah Sebuah Perjalanan Sprititual
Kita sering mendengar banyak orang galau atau patah hati mendadak naik gunung, apakah hal ini benar? Bukan benar apa salah tapi naik gunung jalur patah hati memang ada. Tapi tetap harus memperhatikan keselamatan. Biasanya orang yang sedang terluka ingin mengobati luka itu dengan menjelajahi gunung. Bagi saya pribadi alasan ini perlu mendapat apresiasi, melakukan hal positif antara gempuran ketidak pastina. Hanya saja memang tidak ada unsur paksaan atau sengaja memaksa diri.
Bagi yang lain menaklukan gunung berarti menaklukan ego dalam diri. Dengan naik gunung menjadikan seseorang punya pandangan yang beda, jauh lebih bijaksana. Niat saja tidak cukup, butuh mental besar untuk memulai pendakian. Wajar jika banyak orang menganggap naik gunung adalah perjalanan spiritual.
Dengan Mengenal Gunung, Semakin Mengenal Diri Sendiri dan Alam
Berkenalan dengan gunung akan menjadikan individu lebih mengenal diri sendiri. Sebab dari mulai persiapan sampai balik dari gunung, diri sendirilah yang mempersiapkannya. Meski banyak teman yang ikut naik tapi pada hakikatnya ini adalah perjalanan diri sendiri keluar dari zona nyaman. Butuh ketepatan, strategi dan tidak asal langkah.
Menjelajahi gunung berarti berusaha mengenal diri sendiri. Sejauh mana kekuatan diri sendiri. Seberapa sehat mental. Bahkan sampai sejauh mana titik relijius seseorang. Semua akan tampak terang ketika diri sudah ada di tengah gunung. Tiba-tiba akan paham bahwa selama ini mungkin adalah pribadi yang menyebalkan atau sebaliknya. Gunung tidak berbohong.
Menghargai Hal-Hal Sederhana Yang Kadang Terlewat
Kondisi di gunung beda jauh dengan kondisi kamar kita. Begitu juga kesibukan di atas gunung, beda dengan rutinitas harian kita. Gunung akan memberi jeda kita pada hal-hal yang setiap hari kita lakukan. Ketika diam sekali pun kita akan tersadar bahwa ternyata selama ini banyak hal yang sudah kita lewatkan.
Gunung yang tidak terkoneksi dengan internet menyadarkan kita bahwa selama ini kita berjarak dengan orang-orang yang menyayangi kita. Hamparan hijau menyadarkan kita bahwa selama ini kita kurang bersyukur dan suka tanda sadar marah-marah. Pendakian selalu memberikan bekas dalam hati.
Menciptakan Rasa Setia Kawan dan Kekeluargaan
Sudah bukan rahasia jika pendakian merupakan salah satu sarana untuk saling mendekatkan. Dengan naik gunung selain membantu mengenal diri sendiri juga akan mengenal kawan seperjalanan kita. Naik gunung akan mengajarkan bagaimana rasanya setia kawan dan juga kekeluargaan.
Prinsip naik gunung adalah naik satu rombongan maka turun juga satu rombongan. Jika satu rombongan isi lima anggota, maka ketika naik lima orang maka turun juga harus lima orang tidak boleh kurang atau lebih.
Sesama kawan seperjalanan akan saling tolong menolong. Saling menjaga. Bahkan berbagi air minum. Ketika egois datang maka bisa mengacaukan perjalanan. Sangat pantang mendaki dengan emosi yang meledak.
Berburu Sunset dan Sunrise
Alasan ini adalah alasan yang banyak orang ajukan pertama kali saat ingin mendaki. Pemandangan di atas gunung memang selalu menakjubkan. Bahkan ketika musim hujan dan badai sekali pun, pemandangan itu sungguh magis. Sunset atau sunrise tidak serta merta selalu kita jumpai saat mendaki. Karena ada kalanya cuaca tidak bersahabat. Namun ketika sampai jumpa dengan keduanya maka yakin akan muncul keinginan untuk kembali mendaki. Memang secandu itu.
Apa pun alasannya, mendaki bukan perkara main-main atau gaya-gayaan. Perlu mempertimbangkan cuaca dan kesehatan. Tidak perlu memaksa mendaki jika cuaca dan atau kesehatan tidak mendukung. Perlu juga kita pahami bahwa di atas gunung tidak ada minimarket dan toilet, jadi pastikan untuk mempersiapkan diri. Jika memang mau mendaki, lakukan olahraga sebelum harinya tiba.
Tinggalkan Balasan