free page hit counter

Definisi Cinta dalam Drama ‘Alchemy of Souls’

Alchemy of Souls

Definisi Cinta dalam Drama ‘Alchemy of Souls’

Semalam, Minggu (8/1), baru saja saya selesai menonton episode terakhir drama berjudul ‘Alchemy of Souls‘ untuk musim keduanya. Sebetulnya, saya tidak berpikir untuk mengikuti musim kedua setelah cukup berakhir ‘mengenaskan’ di musim pertama.

Namun, memang drama ini memaksa saya penasaran akan kelanjutan kisahnya. Resiko mengikuti sebuah drama sudah jelas bikin ‘kecanduan’, padahal sebetulnya saya jarang mengikuti genre (romance) seperti ini. Saya lebih sering menyaksikan film atau drama thriller dan action, tetapi ya sudahlah kadang-kadang enggak apa asal tidak keseringan supaya hormon adrenalin saya tetap terjaga.

Menyoal kisah, drama ‘Alchemy of Souls’ ini awalnya saya kira bakal banyak pertempuran seru, ternyata tidak. Hanya beberapa adegan pertempuran saja dan itu pun sebentar. Selebihnya drama ini bercerita soal adanya ilmu sihir yang bisa menukar raga seseorang.

Semua awal cerita pun bermula dari sana. Sihir ini bisa membuat seseorang kekal di dunia dengan cara terus berganti tubuh saat usianya sudah tidak muda lagi.

BACA JUGA: Lika-liku Perjalanan Menuju Rakornas Duta Damai di Jakarta

Sayangnya, sihir itu punya kelemahan yang mana sewaktu-waktu penggunanya bisa kehilangan kendali dan berubah menjadi batu apabila tidak memakan energi kehidupan dari manusia lainnya. Satu-satunya cara untuk bisa terlepas dari kutukan itu adalah dengan memanfaatkan kekuatan batu es yang konon katanya punya kekuatan langit.

Kekuatan batu es inilah yang kemudian jadi rebutan seluruh penyihir kuat dalam kisah tersebut. Alhasil, karakter asli dari setiap tokoh pun akhirnya terungkap karena adanya daya tarik batu es tersebut.

Terlepas dari ribut-ribut yang disebabkan oleh batu es itu, tokoh utama dalam drama ini yakni  Jang Uk yang diperankan oleh Lee Jae-wook adalah satu-satunya orang yang memiliki kekuatan tersebut sebab tertanam dalam dirinya. Itu terjadi sebab pada musim pertama ia sejatinya sudah mangkat, namun Jang Uk hidup kembali berkat kekuatan batu es tersebut.

Ironisnya, kendati bisa hidup kembali Jang Uk harus menerima fakta bahwa kematiannya disebabkan oleh kekasihnya sendiri. Kekasih Jang Uk, yang memiliki 4 nama berbeda–ketika itu namanya Mu Deok-yi alias Naksu, sejatinya adalah pembunuh bayangan yang akhirnya bertukar raga dengan seorang gadis berasal dari keturunan keluarga penyihir termasyhur yakni Jinyowon.

Kekuatan naksu melemah saat berada di tubuh keturunan Jinyowon. Alhasil, di musim pertama Naksu harus berperan sebagai Mu Deok-yi dan bekerja sama dengan Jang Uk demi mengembalikan kekuatannya, dengan syarat ia harus menjadi guru sekaligus pelayannya.

Kisah cinta itu pun mulai timbul setelah kedekatan yang terjalin di antara keduanya, namun sejak awal sebetulnya Jang Uk sudah tertarik dengan Naksu kendati ia tahu itu bukan wujud aslinya. Jang Uk hanya bisa melihat sosok asli Naksu dari mata berwarna biru tanda pemindahan jiwa yang membekas.

Sayangnya, di akhir musim pertama keduanya harus terbunuh akibat ulah penyihir yang ingin memanfaatkan Naksu yang notabene pemindah jiwa dengan mengendalikannya menggunakan ilmu hitam. Pada musim kedua, Naksu pun diselamatkan oleh Ibu pemilik tubuh yang dihuni oleh Naksu.

Naksu pun bersua Jang Uk dengan wujud yang berbeda, namun sejatinya itu menjelma mirip seperti raga aslinya. Awalnya, mereka tidak menyadari ini, akan tetapi perlahan waktu menjawab seluruh ingatan mereka terkait masa lalu.

Alhasil, mereka saling mengenal di akhir cerita. Di sinilah ada suatu pesan yang menarik soal definisi cinta, sejatinya tak mengenal batas fisik. Mereka tetap bisa mencintai karena menyadari sikap dan kepribadian masing-masing yang saling mengisi kerapuhannya.

Naksu yang awalnya memiliki dendam terhadap ayah Jang Uk lantaran telah membunuh orang tuanya pun luluh sebab kebaikan hati dan ketulusan. Kemuliaan inilah yang mengantarkan takdir mereka untuk bersatu.

Jang Uk (kiri) dan Naksu/Mudeok-Yi (kanan)
Jang Uk (kiri) dan Naksu/Mudeok-Yi (kanan)

Tidak ada dendam yang dapat diwariskan, memang sesungguhnya dendam tidak bisa diwariskan. Cintalah yang bisa diwariskan, sebab hanya dengan itulah manusia sebenarnya bisa merasa tenang dan nyaman menjalani kehidupan dunia yang sebentar ini.

Kendati demikian, sebetulnya saya pribadi tidak menyukai ending dalam drama ini. Saya lebih setuju bila jiwa Naksu lenyap dan Jang Uk merelakan dirinya meninggal dengan mengeluarkan batu es di dalam dirinya.

Bila seperti itu, justru esensi cinta kian terasa sebab mereka dapat memberi makna bahwa sejatinya mereka tidak egois untuk terus hidup bersama. Namun, baik Jang Uk maupun Naksu sama-sama memikirkan peran mereka dalam kehidupan bahwasanya itu lebih penting dari sekadar menjalin asmara berdua–ini yang saya sebut kesadaran etis, meski tak ada larangan atau perintah, namun dari dalam benak setiap manusia pasti ada yang disebut sebagai panggilan hati karena itulah identitasnya.

Naksu/Cho Yeong (kiri) dan Jang Uk (kanan
Naksu/Cho Yeong (kiri) dan Jang Uk (kanan)

Saya rasa akhir cerita lebih terasa indah andai alurnya demikian. Namun, kembali lagi mungkin sutradara atau pengarang cerita tidak ingin mengecewakan para penontonnya.

 

 

 

 

Share this post

Comments (3)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *