Mengapa Study Tour Harus Dihapuskan?
Contents
Beberapa waktu lalu kita semua kaget sekaligus berduka dengan adanya insiden kecelakaan rombongan bus study tour. Kecelakaan itu menyebabkan beberapa siswa meninggal dunia. Hal ini tentu menjadi catatan penting sekaligus sejarah kelam dalam agenda karyawisata sekolah.
Study Tour atau kita kenal dengan sebutan karyawisata, piknik sekolah biasanya merupakan moment yang ditunggu oleh para murid sekolah. Semua meyakini bahwa kegiatan ini murni bersenang-senang. Bilamana di dalamnya ada tugas wawancara atau membuat resume atau makalah, tetap saja inti dari kegiatan ini adalah vakansi, piknik alias bersenang-senang. Sangat jarang murid sedih saat ada pengumuman tentang pelaksanaan karyawisata. Kecuali memang mereka yang introvert tidak suka piknik atau karena alasan lain, misal tidak ada biaya.
Inti Karyawisata adalah Bersenang-senang
Karyawisata sekolah menjadi hal yang sangat ditunggu mengingat dalam perjalanannya akan tercipta banyak kenangan manis yang kelak akan selalu dirindukan. Kapan lagi bisa punya kenangan berharga dengan teman sekelas kalau bukan saat piknik? Apalagi kalau pikniknya keluar kota. Sudah pasti yang tadinya enggak ada duit tiba-tiba saja bagaimana caranya mengusahakan uang untuk study tour.
Kecuali saya, yang waktu SMA jangankan untuk study tour, untuk bayar SPP saja sulit. Akibatnya waktu SMA memilih untuk tidak ikut piknik yang mana itu membuat saya nyesek hari ini karena tidak punya moment di Bali bareng teman SMA.
Study tour memang intinya bersenang-senang tapi percayalah di sana banyak hal yang bisa kita pelajari. Salah satunya manajemen waktu dan tanggung jawab.
Boikot Study Tour
Tapi sejak heboh kasus kemarin itu banyak orang yang menyuarakan untuk memboikot study tour. Orang-orang mengajukan penolakan dan menyuruh menghapus kegiatan ini dari daftar kegiatan sekolah.
Apa iya sampai segitunya? Menurut saya tidak perlu. Yang perlu kita usut sebenarnya adalah bagaimana kegiatan ini kok sampai membuat luka. Karena memang pasti setiap kegiatan ada risikonya. Namun bisa saja kita cegah andai tahu kemungkinan yang mungkin terjadi.
Belum lagi sebenarnya yang mencoreng dunia piknik sekolah itu adalah perkara semua wajib bayar. Semua harus bayar tidak peduli apakah ikut atau tidak. Ini, inilah salah satu permulaan kenapa karyawisata tidak lagi asyik dan terkesan membebani. Andai saja kebijakan masih seperti waktu saya SMA dulu, yang ikut wajib, bayar yang tidak ikut tidak usah bayar, pasti tidak akan menimbulkan polemik penolakan.
Apa iya acara karyawisata ini perlu dibuatkan regulasi biar jelas aturannya? Rasanya kok ya terlalu berlebihan. Toh pihak sekolah harusnya sudah bisa mengatur sendiri hal seperti ini.
Dampak Pelarangan Study Tour
Lalu untuk menghapus kegiatan karyawisata, saya kok kurang setuju. Walau tidak ikut piknik sekolah pas SMA tapi saya ikut merasakan kebahagian teman-teman. Bahkan banyak orang yang menunggu moment karyawisata ini untuk menjadi satu-satunya moment piknik dalam hidupnya. Tidak semua siswa berasal dari keluarga mampu. Atau tidak semua siswa punya kesempatan piknik sendiri bareng keluarga. Acara piknik sekolah itulah satu-satunya kesempatan untuk bisa merasakan apa itu vakansi.
Belum lagi kalau menyangkut sektor wisata atau jasa traveling, resto, pusat oleh-oleh, itu semua pasti berdampak jika sebuah study tour benar-benar dilenyapkan dari bumi nusantara. Kestabilan ekonomi akan terguncang. Pendapatan daerah juga akan mengalami selisih.
Jadi kembali lagi sebenarnya apa alasan kuat kenapa study tour harus dihentikan? Apakah cukup hanya dengan menyebutnya karena terlalu bahaya?
Comment (1)
[…] perlu pula gengsi sampai beli segala macam jajanan di food court hanya karena merasa punya duit. Ya kalau beli lalu habis termakan atau bagi-bagi, tidak apa. Malah […]