free page hit counter

Nilai Toleransi dalam Kearifan Permainan Tradisional

Nilai-Nilai Toleransi dalam Kearifan Permainan Tradisional Nusantara

Nilai Toleransi dalam Kearifan Permainan Tradisional

Permainan tradisional. Pernahkah kamu mengingat masa ketika kita masih kanak-kanak? Bagaimana dulu kamu menghabiskan waktumu? Apakah kalian juga sering bermain ketika itu?

Ya, bermain merupakan salah satu kegiatan paling menarik juga sangat berkesan dalam ingatan semua orang yang pernah melewati masa kecilnya. Ketika bermain tidak hanya sekedar mencari kesenangan semata tetapi dari sanalah kita sesungguhnya juga sedang belajar. Ungkapan yang mengatakan bahwa belajar itu tidak menyenangkan adalah tidak tepat.

Mengapa selama ini kita justru memisahkan antara  kegiatan belajar dan bermain? Belajar seolah menjadi semacam konvensional dan tidak mengasyikkan sedangkan bermain justru terkesan lebih fleksibel dan menyenangkan.

Nilai-Nilai Toleransi dalam Kearifan Permainan Tradisional Nusantara
Nglarak blarak salah satu permainan tradisional asal kulonprogo yang dimainkan bahkan oleh remaja dan dewasa

Bagi kalian yang merupakan generasi tahun 90-an pasti sangat mengingat bagaimana permainan tradisional seperti petak umpet, bentengan, dan engklekan yang hampir dimainkan setiap harinya. Sebelum memasuki era digitalisasi memang permainan tradisional merupakan salah satu primadona bagi kalangan muda.

Hal ini bukan hanya sekedar permainan belaka tetapi sudah menjadi kearifan lokal sejak dahulu. Entah bagaimana permainan ini dapat diwariskan secara turun-temurun.

Tetapi sejak zaman era-kolonial dahulu memang beberapa permainan tradisional sudah dikenali. Perlu kita ketahui bahwa permainan tradisional justru memiliki banyak manfaat daripada permainan digital saat ini. Mengapa? Karena pada permainan tradisional kita tidak hanya sekedar bermain untuk bersenang-senang saja tetapi sekaligus juga belajar.

Malpelani Satriya (2013) dalam penelitiannya yang berjudul “permainan tradisional berbasis budaya sunda sebagai sarana stimulasi perkembangan anak usia dini” menjelaskan bahwa permainan anak-anak tradisional dapat menjadi sarana perkembangan fisik-motor, kognitif, bahasa, social-emosional, dan seni pada anak sejak dini.

Permainan tradisional yang selama ini kita kenal juga merupakan salah satu wujud kearifan lokal. Hal tersebut dapat tercipta karena adanya perbedaan kondisi alam sehingga ditemukan berbagai perbedaan corak permainan tradisional pada masing-masing daerah sesuai dengan keadaan lingkungannya. Permainan tradisional juga merupakan salah satu produk kebudayaan daerah yang sejatinya perlu kita lestarikan sebagai warisan nilai luhur.

Randang Kusnandar (Jurnal penelitian, balai kajian sejarah dan nilai-nilai tradisi, 2004: 17) menyatakan bahwa awal perwujudan tradisi yang diterapkan pada masyarakat selalu berkaitan dengan keadaan lingkungan sekitar.

Dengan kata lain pada permainan tradisional pun demikian adanya. Terciptanya permainan tradisional sebagai kearifan lokal yang telah turun-temurun diwariskan sebagai tradisi juga menunjukkan adanya keakraban masyarakat di dalamnya.

Melalui permainan tradisional kita sesungguhnya juga mendapatkan transfer value and knowledge dari para pendahulu kita khususnya terkait nilai-nilai kebaikan dalam sosial.

Menariknya, pada permainan tradisional juga tidak ada aturan yang melarang pemain untuk terlibat karena adanya perbedaan agama, ras, suku, gender dsb.  Sehingga dalam hal ini sesungguhnya pada  permainan tradisional juga terdapat “nilai-nilai toleransi” yang diajarkan.

Selain itu, adanya interaksi sosial secara langsung juga dapat melatih kepekaan sosial dalam kepribadian setiap individu yang terlibat. Permainan tradisional juga merupakan sarana pembelajaran yang baik dalam melatih pikiran kita untuk lebih terbuka (open minded)  terhadap perbedaan karena adanya kebebasan berekspresi dan menerima dari masing-masing individu secara otomatis.

Sedangkan kita ketahui selama ini dalam pengajaran di sekolah pada umumnya justru siswa terikat dengan justifikasi kebenaran sepihak oleh kurikulum atau otoritas tertentu yang diberikan sehingga kekurangan perspektif dalam memandang suatu persoalan dapat membentuk pikiran yang sempit dan kaku sejak dini. Maka corak pemikiran yang demikian membawa kita kepada sikap kesukaran dalam menerima perbedaan di sekeliling kita.

Maka dari itu bukan tidak mungkin jika pembelajaran konvensional siswa di sekolah selama ini dapat imbuhkan bahkan digantikan oleh sistem pengajaran tradisional ala permainan jadul ini. Meskipun pengajaran ini tidak bersifat verbal tetapi esensi dari nilai-nilai toleransi tersebut dapat tertanam dengan mudah bahkan pada saat yang sama juga dilatih untuk diaplikasikan dalam perilaku sehari-hari secara langsung.

Berdasarkan paparan tersebut maka penulis menyimpulkan bahwa permainan tradisional merupakan salah satu wujud kearifan lokal yang mengandung nilai-nilai toleransi dan pedagogi dalam bermasayarakat.

Sehingga kita perlu sadari bahwa permainan yang selama ini pernah kita mainkan ternyata memiliki nilai-nilai toleransi yang membentuk kepribadian individu sesuai dengan jati diri bangsa ini yang sangat menghargai perbedaan sejak dalam niat, rasa, pikiran maupun tindakan. Maka dalam hal ini kita wajib untuk melestarikan warisan luhur ini kepada anak dan cucu kita sebagai media pembelajaran bangsa ini terhadap pentingnya menghargai perbedaan serta menjunjung tinggi nilai-nilai baik dari masa lampau sebagai jati diri bangsa Indonesia.

Sehingga dalam perkembangan zaman ini kita tidak kehilangan nilai-nilai kearifan lokal yang telah membentuk bangsa Indonesia hingga sekarang. Begitupun kita dapat terhindar dari tindakan-tindakan disintegrasi yang akhir-akhir ini sering melanda Bangsa ini.

Share this post

Comments (2)

  • Ryan Reply

    setuju!!

    23 Juli 2019 at 6:08 am
  • Ryan Reply

    setuju!!

    23 Juli 2019 at 6:08 am

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *