Belajar Toleransi Melalui Indahnya Kubah Masjid
Belajar toleransi melalui indahnya kubah masjid. Walaupun tampak tidak memiliki fungsi tertentu, keberadaan kubah di masjid sepertinya adalah sebuah kewajiban. Hampir setiap masjid besar selalu memiliki kubah, bukan hanya di Indonesia, tapi di seluruh dunia. Sebut saja Masjidilharam dan Masjid Nabawi, keduanya memiliki kubah yang besar. Seakan kurang afdal bila ada sebuah masjid yang tak berkubah. Kubah seakan telah menjadi sebuah simbol arsitektur dalam Islam.
Pada awalnya, Islam tidak mengenal kubah pada masa awal perkembangannya. Masjid-masjid pada masa Nabi Muhammad hanya beratapkan dedaunan atau bahkan tak beratap sama sekali. Masjid Quba di Madinah, yang dibangun oleh Nabi Muhammad, pada awalnya hanya beratapkan dedaunan, sebelum akhirnya diberi kubah oleh kerajaan Arab Saudi.
Perkembangan Kubah Masjid pada Awalnya
Pada abad ke-7 M, suku-suku di Arab memang tidak memiliki warisan kebudayaan berbentuk kubah. Beberapa bentuk bangunan yang muncul pada arsitektur orang Arab saat itu adalah bangunan berbentuk kotak, seperti rumah untuk pemukiman dan juga Kabah. Selain itu gubug tidak permanen juga disa ditemui di Arab saat itu. Hal ini terjadi karena gaya hidup masyarakat Arab saat itu masih seminomaden, walaupun ada pula beberapa suku yang hidup menetap.
Di semenanjung Arab pada abad ke-7 M, konstruksi kubah mungkin hanya bisa ditemui di daerah Levant, mencakup wilayah Palestina dan Syria. Orang-orang Arab di sana memiliki arsitektur kubah yang terbuat dari kayu. Hal tersebut berkaitan erat dengan ditaklukkannya wilayah tersebut oleh kekaisaran Roma sejak 60 SM. Kira-kira enam tahun setelah Nabi Muhammad wafat, kekhalifahan Rasyidin yang dipimpin oleh Abu Bakar, Umar Bin Khattab, dan Khalid bin Walid, berhasil menaklukan Levant dari tangan kekaisaran Byzantium. Mereka lalu menjadikan bangunan-bangunan berkubah di sana menjadi masjid. Selain itu, mereka juga mempekerjakan penduduk lokal untuk membangun rumah-rumah dan juga masjid.
BACA JUGA: Hindari Toxic Relationship Mulai dari Akarnya
Selain menaklukkan Levant, kekhalifahan Rasyidin juga menaklukkan kekaisaran Sassania di Persia. Jauh sebelum adanya Islam, orang-orang Persia sudah terkenal dengan kubahnya. Banyak sekali penemuan-penemuan arkeologis tentang banyaknya kubah di Persia. Bangunan Istana Persia juga memiliki bentuk seperti kubah. Tetapi yang paling banyak adalah peninggalan kuil-kuil Zoroatrianisme. Bangunan tersebut berbentuk seperti kotak persegi dengan pintu yang lebar di keempat sisinya, serta kubah besar diatasnya, mirip seperti kubah Shakhrah di Palestina. Setelah penaklukkan Persia pada sekitar 650 M, para pemimpin Islam saat itu juga menjadikan bangunan-bangunan yang sudah ada sebagai masjid.
Belajar Toleransi dari Corak Arsitektur Kubah Masjid
Pada akhir abad ke-7, kubah sudah identik dengan arsitektur Islam. Tetapi saat itu kubah belum menjadi simbol untuk arsitektur Islam. Hal ini karena, kubah saat itu masih menjadi simbol dari Kekristenan di Eropa. Gereja-gereja abad pertengahan secara masif mengadopsi kubah yang sudah populer di kekaisaran Roma. Pada awal abad ke-8, kekhalifahan Umayyah sudah menguasai sebagian besar wilayah Afrika Utara dan melanjutkan ekspansinya ke semenanjung Iberia, Portugal dan Spanyol. Dalam penaklukan ini, pasukan Muslim kembali mampu meluaskan wilayahnya. Dan kembali, mereka menyebarkan Islam dan mendirikan masjid-masjid di daerah tersebut.
Kubah benar-benar menjadi simbol arsitektur Islam ketika kekaisaran Ottoman menaklukkan Konstantinopel. Penaklukan ini seakan menjadi simbol runtuhnya kekuatan besar Eropa kala itu. Arsitektur kubah yang selama ini menjadi simbol Eropa, benar-benar menjadi sebuah simbol bagi arsitektur Islam. Salah satu momen paling terkenal adalah ketikakekaisaran Ottoman mengalihfungsikan Hagia Sophia menjadi sebuah masjid. Hagia Spohia di Konstatinopel telah menjadi sebuah katedral selama lebih dari 900 tahun. Hal ini secara tidak langsung menjadi sebuah tanda bagi pengaruh Islam yang sekali lagi menjadi kekuatan besar di dunia, walaupun tidak bisa dibandingkan dengan masa kekhalifahan. Dan kubah yang selama ini menjadi simbol kekristenan, menjadi simbol arsitektur Islam sampai saat ini.
Kubah bukanlah sekedar hiasan untuk memperindah masjid. Lebih dari itu, kubah merupakan sebuah simbol toleransi Islam. Khalifah Abu Bakar bisa saja menghancurkan semua bangunan di Levant dan menggantinya dengan bangunan khas suku-suku Arab, tetapi dia tidak melakukan itu. Ia malah menjadikan bangunan yang sudah ada sebagai masjid untuk beribadah orang Islam. Hal yang sama juga dilakukan di Hagia Sophia. Mehmet II bisa saja membuat masjid yang baru di Konstantinopel, tetapi dia lebih memilih untuk menjadikan sebuah katedral menjadi masjid. Hal tersebut menunjukkan bahwa Islam adalah agama yang menerima keberagaman, bahkan mencintainya.
BACA JUGA: Multiperspektif Memahami Islam Indonesia
Bayangkan saja bila arsitektur Islam hanya mengacu ke Arab, tentu semua bangunan masjid akan berbentuk seperti Masjid Quba pada zaman dulu. Tidak akan muncul berbagai masjid dengan bentuk beraneka ragam yang indah seperti saat ini. Umat muslim zaman dulu juga sangat toleran. Bila tidak, pasti banyak muslim yang protes ketika mengetahui masjid tempat mereka salat bentuknya mirip katedral. Maka, di tengah dunia yang semakin tidak toleran ini, kita mesti banyak belajar dari kubah masjid.
Tinggalkan Balasan