Wayang Kontemporer Jawaban Dekadensi Moral Generasi Muda Indonesia
Contents
Indonesia merupakan negara pluralisme, terdiri dari ragam budaya, bahasa, dari 300 kelompok etnik, lebih tepatnya 1.340 suku bangsa. . Kemajemukan Indonesia terbukti dengan adanya kearifan lokal daerah yang berbeda-beda. Seperti pakaian adat, rumah adat, senjata tradisional, tari daerah, dan keragaman bahasa. Selain itu Kesenian dalam bidang seni tari juga beragam dengan khas daerah lokal. Misalnya: Tari Seudati, Tari Kecak, Tari Jaipong, Tari Serimpi, dan Tari Reog. Hal tersebut menyebabkan Indonesia kaya akan berbagai ragam kesenian, pertunjukan dan tontonan yang bervariasi sehingga disukai baik dari kalangan muda maupun tua, salah satunya adalah Pertunjukan Wayang. Wayang merupakan salah satu warisan budaya leluhur bangsa Indonesia, diakui oleh UNESCO pada tanggal 7 November 2003, sebagai karya kebudayaan yang mengagumkan dalam bidang cerita narasi, warisan yang indah dan berharga (Masterpiece of Oral and Intangible Heritage of Humanity).
Wayang berkembang pesat di Jawa dan di Bali yang terpengaruh kebudayaan Hindu dan Jawa. Catatan awal tentang wayang berasal dari Prasasti Balitung pada Abad ke 4 mempunyai bunyi si Galigi Mawayang. Sedangkan di Bali, wayang sudah ada sejak sekitar abad ke IX. Dalam prasasti Bebetin 818 (tahun Caka)/ 896 M dari zaman pemerintahan Raja Ugrasena, Bali (R.M. Soedarsono200:166).
Sebuah Catatan Eksistensi Wayang Indonesia di Tengah Arus Globalisasi
Mengingat perkembangan teknologi dan arus globalisasi yang kian mendominasi membuat pertunjukan wayang pada era ini semakin tergeser. Melalui berbagai macam sosial media dan aplikasi lainnya di smartphone yang semakin canggih dapat mempengaruhi perubahan mental remaja. Menurut Vice President of Engineering Youtube, Cristos Goodrow, durasi orang menonton video di platform totalnya mencapai 1 miliar per hari.
Dalam konten yang terdapat pada internet, ada hal positif dan negatif. Hal positifnya internet pada kalangan remaja yaitu sebagai wadah sumber informasi terkini, akan tetapi remaja harus selektif. Khususnya dalam menangkap info yang ada. Remaja sangat mudah terpengaruhmelalui tayangan-tayangan yang tidak bernilai edukasi. Selain itu pemakaian konten internet yang rutin bahkan berlebihan ke dalam bentuk-bentuk viktimisasi (Berson,& Ferron, 2002).
Tercatat pemakai internet mencapai 40% atau 102,8 juta orang dari 258.316.051 jiwa masyarakat Indonesia. Tahun 2015 lalu, Indonesia menjadi salah satu negara pengakses Youtube terbesar se-Asia Pasifik (Veronica Utami, Head of Marketing Google Indonesia). Namun, tidak semua konten internet menjadi media yang bernilai edukasi.
Wayang Kontemporer Sebagai Jawaban Aktualisasi Budaya
Vierra Della kegiatan nge-Vlog yang menjamur adalah kontak interpersonal yang kurang terjalin secara terbuka dengan lingkungan. Sedangkan bagi penonton terjadi perubahan etika yang gaya hidup remaja kini kebarat-baratan yang bebas. Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), pun meyakini dampak pada mental remaja serta menghilangkan rasa cinta tanah air sebagai identitas bangsa.
Menanggapi fenomena kemerosotan mental pada remaja. Penulis bermaksud menjadikan salah satu warisan budaya Indonesia yang dimodernkan, yaitu “Wayang Kontemporer” sebagai sarana pembentukan mental remaja. Kebanyakan remaja lebih senang menghabiskan waktunya untuk sekedar nongkrong di Warkop (warung kopi), cafe, dan Bioskop. Interaksi remaja saat ini juga semakin pudar, rasa sosial juga mulai terabaikan, lebih senang berselancar pada gadget mereka. Seakan sudah menjadi kebutuhan yang tak bisa lepas dari kegiatan remaja, juga Digitalisasi zaman yang menuntut modernisasi. Adanya gadget terhadap interaksi sosial pada remaja justru bertolak belakang yakni mendekatkan yang jauh, dan menjauhkan yang dekat. Dapat dilihat pada kebanyakan remaja yang memilih untuk fokus pada gadget mereka, tanpa peduli pada orang-orang disekitar mereka. Hal ini disebut Antisocial Behavior, dimana seseorang merasa gadget merupakan hal yang paling penting dalam hidupnya.
“Wayang Kontemporer adalah wayang yang tidak statis, membeku, dinamis sesuai selera penonton.” Ungkap Kanjeng Raden Tumenggung Gaura Mancacaritadipura, (Staf Ahli Wamen Bidang Pendidikan Kemendikbud RI )(29/04). Menurut KRT Gaura perbedaan wayang tradisi dan wayang kontemporer salah satunya terletak pada ekspresivitas dalang. Jika dalam wayang tradisi dalang masih menganut kaidah pakem pewayangan, maka pada wayang kontemporer dalang mengimajinasikan pakem. Digitalisasi wayang kontemporer yaitu menggunakan model wayang yang berbeda dengan variasi musik, efek shadow, sinar laser, dalang yang ekspresif dan lebih imajinatif. Hal tersebut selaras dengan kondisi remaja saat ini yang lebih menyukai hal yang baru, modern dan praktis.
Wayang Merupakan Instrumen Terbaik Untuk Revolusi Mental
Kombinasi Wayang Modern/ Kontemporer dengan tampilan yang unik dan kekinian serta menyisipkan nilai-nilai moral kedalam cerita pertunjukan wayang kontemporer modern sebagai sarana revolusi mental dan mengurangi dekadensi moral pada remaja seperti kejahatan internet, bullying, tawuran, free seks dan sebagainya, serta secara tidak langsung pertunjukkan wayang kontemporer juga andil dalam menjaga identitas bangsa sebagai budaya yang wajib dilestarikan, untuk dapat bertahan dan baradaptasi pada modernisasi dan dapat diterima oleh remaja pada umumnya dalam menyampaikan misinya dan pesan-pesan moral pada dekadensi moral remaja saat ini.
Mayoritas remaja menganggap Wayang itu kuno, tidak trend, dan tidak selaras dengan milenial globalisasi zaman. Seperti keterangan pada sebelumnya, remaja lebih senang menghabiskan waktunya untuk berselancar pada konten-konten internet. Menonton berbagai video di youtube, nge-Vlog, daripada menonton pertunjukan kesenian daerah, seperti wayang. Namun, seiring zaman Digitalisasi wayang kontemporer dengan memanfaatkan ide-ide kreatif, dan dalang sebagai sosok pencipta ide dan bentuk-bentuk estetika dalam wayang kontemporer.
Dengan demikian, wayang kontemporer dapat membuat remaja tertarik. Karena dalam pementasannya tak hanya menggunakan bahasa Jawa pada umumnya, akan tetapi menggunakan bahasa gaul khas remaja, dengan sesekali menggunakan bahasa Inggris. Selain itu wayang sangat efektif dan multifungsi, tak hanya sebagai media dalam pembentukan revolusi mental remaja, namun juga sebagai sarana pelestarian budaya Indonesia, serta menjaga salah satu identitas bangsa.
Peran Wayang Dalam Meninjau Dekadensi Moral Generasi Muda Indonesia
Di luar negeri, wayang justru menjadi salah satu pertunjukan yang populer di manca negara, seperti Amerika, Perancis, Australia, Jerman dan Jepang. Sejalan dengan itu Deputy Chief of Mission, Shidarto R. Suryodipuro, menyampaikan bahwa mendukung perkembangan dan promosi budaya Indonesia di AS. Antusiasme penonton pertunjukkan wayang di luar negeri sangat tinggi, bahkan di Perancis orang-orang rela membeli tiket untuk pertunjukan wayang sebesar 22 euro, dalam rangka “ Festival de I’imaginaire” karena rasa penasaran dan nilai estetika pada pagelaran wayang tersebut(20/3/2013).
Melihat fenomena tersebut, sudah seharusnya Indonesia bangga. Sebab wayang sudah mendunia dan diminati di kancah internasional, walaupun terkadang dilupakan di negaranya sendiri, tempat wayang lahir dan berkembang. Tak hanya itu krena kemajemukan dan kekayaan budaya di Indonesia. Generasi pemuda sebagai penentu estafet bangsa dan penerus cita-cita bangsa Indonesia, sudah seyogyanya remaja berada pada barisan terdepan untuk menjaga dan melestarikan budaya luhur bagi Indonesia.
BACA JUGA: Puasa dan Ritual Kemanusiaan
Mengingat beberapa kasus pengklaiman budaya oleh bangsa asing serta remaja yang mengalami pemerosotan mental akibat teknologi yang belum disikapi secara bijak, yang mengakibatkan terjadi banyak penyelewengan dan permasalahan dikalangan remaja saat ini. Hibriditas kebudayaan dilakukan dalam menjaga eksistensi kesenian lama, menciptakan kesenian baru dan menjaga stabliltas nilai pada kebudayaan. Sehingga remaja memiliki mental dan moral yang unggul sebagai aset bangsa yang nantinya merealisasikan cita-cita bangsa dengan tidak menghilangkan nilai-nilai budaya sebagai identitas suatu bangsa, dan menumbuhkan kecintaan serta melestarikan budaya bangsa, dan tidak menolak perkembangan pesatnya teknologi dan globalisasi yang tidak bisa dipungkiri dalam membantu dalam berbagai aspek kehidupan.
Comments (5)
Pemaknaan tentang wayang saya pikir bukan hanya sekedar mitos. Dalam kisah pewayangan terdapat banyak makna yg relevan dengan kehidupan kita akhir-akhir ini. Pastinya permasalahan moral Bangsa dapat diatasi diawali dengan kalangan muda sebab mereka adalah Generasi penerus yg menentukan arah Bangsa ini ke depannya.
[…] Wayang Kontemporer Jawaban Dekadensi Moral Generasi Muda Indonesia […]
[…] Wayang Kontemporer Jawaban Dekadensi Moral Generasi Muda Indonesia […]
Wayang memang tidak sekedar tontonan. Bagi budaya dan orang jawa, wayang menyimpan filosofi dan pengajaran tentang kehidupan yang sangat dalam.
Betul sekali wayang memang bukan sekedar tontonan namun mengandung aspek pedagogi di Dalam ya. Hanya saja perkembangan zaman seolah menjadi tantangan pertunjukkan wayang untuk tetap eksis di dunia digital khususnya Generasi muda agar mereka dapat tetap belajar budaya bangsanya yg otentik.