Menghidupkan Kembali Pancasila
Menghidupkan Kembali Pancasila – Pancasila sebagai falsafah hidup bangsa adalah jiwa sekaligus landasan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Lima sila yang tercantum dalam Pancasila menjadi perwujudan dari nilai-nilai yang dianut oleh rakyat Indonesia. Sehingga dalam pengimplementasiannya Pancasila seharusnya hadir dalam setiap bentuk kebijakan pemerintah, kehidupan bermasyarakat, pelajaran di sekolah, hingga tutur kata dan tindakan dalam kehidupan kita sehari-hari.
Namun, dalam kenyataannya Pancasila tidak terlalu dianggap penting sebagai sebuah ‘ideologi’ dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Pancasila lebih banyak hadir di dinding-dinding perkantoran, teks-teks pelajaran sekolah, ataupun sekadar istilah seremonial pada saat upacara bendera. Keberadaan Pancasila hanya dijadikan pemanis atau pelengkap semata kala acara formal kenegaraan atau yang bersifat nasionalis. Datang, pergi, dilupakan, Pancasila yang menjadi ide besar para pendiri bangsa untuk kemaslahatan bangsa kini sebatas pandangan yang tersimpan dalam alam pikiran dan teks semata.
BACA JUGA: Perdamaian di Era Global
Idealisme dan Globalisasi
Globalisasi adalah perubahan. Tidak ada aspek dalam kehidupan di dunia yang tidak dilandasi oleh arus globalisasi. Perubahan terjadi di berbagai sektor, mulai dari kehidupan spiritual, gaya hidup, cara berpikir, dan sikap menghadapi kehidupan umum. Globalisasi sebagai sebuah arus yang tidak dapat dihindari menjadi sebuah paradoks tersendiri bagi Pancasila. Perubahan turut serta mengubah posisi Pancasila yang abstrak umum universal. Posisi Pancasila tidak lagi menyeluruh menyentuh dimensi kehidupan bangsa, terhalang oleh derasnya arus globalisasi yang belum mampu disikapi secara bijak oleh bangsa Indonesia.
Globalisasi yang bukan hanya ide, tetapi juga merupakan kekuatan riil yang mengubah dunia seharusnya dapat menjadi medium yang cocok bagi Pancasila jika paham dan tahu bagaimana menempatkan Pancasila dalam kehidupan. Sebab jika tidak, dampak yang ditimbulkan dari globlisasi apabila tidak diantisipasi dengan baik dan benar akan mengakibatkan lahirnya budaya global yang komersialistis dan materialistis yang menyamaratakan. Sehingga mengakibatkan krisis atas keberagaman manusia yang berjenis-jenis. Indonesia yang beragam akan kenakearagaman suku budayanya dikhawatirkan akan kehilangan budaya lokal akibat dilanda budaya global. Terlebih lagi Pancasila akan kehilangan posisi sentral sebagai pandangan hidup bangsa karena banyak pemahaman yang masuk.
Untuk itu diperlukan sikap idealis yang kokoh yang berlandaskan Pancasila. Artinya sebagai rakyat Indonesia kita perlu seturut dengan ide yang telah dipilih dan dipikirannya, dalam hal ini Pancasila. Ini merupakan ciri bangsa yang kuat, bangsa yang memiliki orang-orang dengan visi tentang hidupnya dan hidup orang disekitarnya. Sebuah visi radikal yang masih amat kurang di Indonesia.
Ketika Pancasila hadir sebagai sebuah idealisme yang kuat, maka otomatis akan membangun sebuah visi yang kokoh pula. Visi yang kokoh ini akan menuntun bangsa Indonesia dalam menghadapi derasnya arus globalisasi. Dengan visi ini, bangsa Indonesia mampu berdiri tegak dan melampaui dorongan-dorongan negatif yang ada pada globalisasi.
Sebaliknya, tanpa visi yang jelas, tanpa idelisme, maka seseorang tidak akan mempunyi tujuan jelas dalam hidupnya. Bangsa yang tidak memiliki visi dan idealisme yang jelas, hanya akan menjad bidak catur yang seenaknya digerakkan ke sana ke mari.
BACA JUGA: Makna Kedamaian Dalam Beragama
Membangun Pancasila
Asal mula Pancasila sebagai sebuah pandangan hidup bangsa ialah semua aktivitas yang direncanakan untuk mempersiapkan dasar bagi Indonesia yang merdeka. Rumusan Pancasila hadir dari perenungan jiwa yang mendalam yang dibarengi dengan penelitian cipta seksama atas dasar pengetahuan dan pengalaman hidup. Unsur-unsur kehidupan yang telah ada di dalam adat kebiasaan, kebudayaan, dan agama-agama bangsa Indonesia kemudian dirumuskan dan disahkan sebagai dasar negara yang menjadi pandangan hidup bangsa.
Landasan epistemologis dan aksiologis Pancasila pada hakikatnya tidak dapat dipisahkan dengan landasan ontologisnya yang bersumber pada pengertian tentang hakekat manusia. Landasan sila-sila Pancasila adalah subjek pendukungnya, yaitu manusia.
Maka diperlukan manusia-manusia Indonesia berkualitas yang dapat mewujudkannya. Dalam pengamalan Pancasila bahwa manusia Indonesia yang berkualitas tercermin pada manusia Indonesia seutuhnya yang kiranya dapat menghayati Pancasila sebagai pedoman bagi pandangan hidup, serta dapat menjadi pedoman yang praktis bagi sikap hidup dan tingkah laku sehari-hari.
BACA JUGA: Workshop Duta Damai: Grooming and Pageant
Artinya, diperlukan semacam usaha kolaboratif antar sekotr dan lini untuk saling bahu-membahu dalam mewujudkannya keberadaan Pancasila yang eksis. Eksistensialisme yang berwujud dalam segala sendi kehidupan. Bukan sebatas pengetahuan dan ingatan yang hanya terekam di dalam memori. Melainkan berbentuk dalam segala tindakan kita sebagai manusia Indonesia.
Maka dengan begitu, roh Pancasila menjelma tindakan-tindakan nyata yang tergambar oleh manusia-manusia yang mengamaini keberadaannya, yakni kita selaku rakyat Indonesia. Sehingga Pancasila sebagai sebuah pemaknaan atas pandangan hidup bangsa akan benar-benar terimplementasikan. Dan, Pancasila menjadi hidup seutuhnya di tengah-tengah kehidupan berbangsa dan bernegara.
Editor: Bennartho Denys
Comments (2)
[…] BACA JUGA: Menghidupkan Kembali Pancasila […]
[…] BACA JUGA: Menghidupkan Kembali Pancasila […]